Di masa perang Khandaq, umat Islam pernah ditantang duel Amr bin Abd Wad
al-Amiri, dedengkot musyrikin Quraisy yang sangat ditakuti. Nabi
bertanya kepada para sahabat tentang siapa yang akan memenuhi tantangan
ini.
Para sahabat terlihat gentar. Nyali mereka surut. Dalam situasi ini Sayyidina Ali bin Abi Thalib maju, menyanggupi ajakan duel Amr bin Abd Wad. Melihat Ali yang masih terlalu muda, Nabi lantas mengulangi tawarannya kepada para sahabat. Hingga tiga kali, memang hanya Ali yang menyatakan berani melawan jawara Quraisy itu.
Amr bin Abd Wad menanggapinya dengan tertawa mengejek. Namun faktanya, selama perkelahian nasib mujur tetap ada di tangan Ali. Usai paha kekarnya disabet pedang, Amr bin Abd Wad pun tumbang ke tanah. Kemenagan Ali sudah di depan mata. Hanya dengan sedikit gerakan saja, nyawa musuh dipastikan melayang.
Dalam situasi terpojok Amr bin Abd Wad masih menyempatkan diri membrontak. Tiba-tiba ia meludahi wajah sepupu Rasulullah itu. Menaggapi hinaan ini, Ali justru kian pasif. Ali menyingkir dan mengurungkan niat membunuh hingga beberapa saat.
”Saat dia meludahi wajahku, aku marah. Aku tidak ingin membunuhnya lantaran amarahku. Aku tunggu sampai lenyap kemarahanku dan membunuhnya semata karena Allah SWT,” kata Ali menjawab kegelisahan sebagian sahabat atas sikapnya.
Meskipun Amr bin Abd Wad akhirnya gugur di tangan Ali, proses peperangan ini memberikan beberapa pelajaran. Perjuangan dan pembelaan Islam harus didasarkan pada ketulusan iman, bukan kebencian dan kemarahan. Sahabat Rasulullah yang kelak menjadi khalifah keempat ini juga menjernihkan bahwa spirit ketuhanan adalah satu-satunya landasan, mengalahan nafsu keinginan di balik ego pribadi dan golongan.
Para sahabat terlihat gentar. Nyali mereka surut. Dalam situasi ini Sayyidina Ali bin Abi Thalib maju, menyanggupi ajakan duel Amr bin Abd Wad. Melihat Ali yang masih terlalu muda, Nabi lantas mengulangi tawarannya kepada para sahabat. Hingga tiga kali, memang hanya Ali yang menyatakan berani melawan jawara Quraisy itu.
Amr bin Abd Wad menanggapinya dengan tertawa mengejek. Namun faktanya, selama perkelahian nasib mujur tetap ada di tangan Ali. Usai paha kekarnya disabet pedang, Amr bin Abd Wad pun tumbang ke tanah. Kemenagan Ali sudah di depan mata. Hanya dengan sedikit gerakan saja, nyawa musuh dipastikan melayang.
Dalam situasi terpojok Amr bin Abd Wad masih menyempatkan diri membrontak. Tiba-tiba ia meludahi wajah sepupu Rasulullah itu. Menaggapi hinaan ini, Ali justru kian pasif. Ali menyingkir dan mengurungkan niat membunuh hingga beberapa saat.
”Saat dia meludahi wajahku, aku marah. Aku tidak ingin membunuhnya lantaran amarahku. Aku tunggu sampai lenyap kemarahanku dan membunuhnya semata karena Allah SWT,” kata Ali menjawab kegelisahan sebagian sahabat atas sikapnya.
Meskipun Amr bin Abd Wad akhirnya gugur di tangan Ali, proses peperangan ini memberikan beberapa pelajaran. Perjuangan dan pembelaan Islam harus didasarkan pada ketulusan iman, bukan kebencian dan kemarahan. Sahabat Rasulullah yang kelak menjadi khalifah keempat ini juga menjernihkan bahwa spirit ketuhanan adalah satu-satunya landasan, mengalahan nafsu keinginan di balik ego pribadi dan golongan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar