Suatu hari, Khalifah Umar bin Khattab RA melakukan perjalanan dinas rahasia, sendiri tanpa pengawalan dan tanpa membawa staf.
Ia pergi dengan biaya sendiri, tidak menggunakan uang negara walaupun negara menyediakan biaya perjalanan dinas. Ia khawatir kalau membawa rombongan biaya perjalanan dinas itu akan membengkak.
Dengan mengenakan pakaian rakyat biasa, ia ingin tahu keadaan rakyatnya secara langsung.
Pada suatu dusun, Umar bin Khattab melihat seorang lelaki sedang duduk di muka kemahnya di bawah pohon. Dari dalam kemah itu, ia mendengar suara perempuan yang sedang merintih kesakitan. Setelah memberi salam Umar bertanya.
“Apa yang sedang kau lakukan, wahai saudaraku?”
“Aku sedang menunggui istriku yang akan melahirkan,” jawab lelaki itu.
“Siapa yang menolongnya di dalam?”
“Tidak ada...”
“Jadi istrimu sendirian?” tanya Khalifah tidak mengerti.
“Iya, aku tidak punya uang untuk membayar bidan,” jawab lelaki itu dengan muka sedih.
“Kalau begitu, suruh istrimu menahan sebentar, aku akan segera kembali,” ucap Khalifah.
Khalifah Umar segera memacu kudanya, meninggalkan lelaki itu. Dan tak jelang lama setelah itu ia kembali bersama seorang perempuan. Tanpa bicara perempuan itu langsung masuk ke dalam tenda sang lelaki yang baru mengerti apa yang sedang terjadi.
“Terima kasih dan maaf telah merepotkanmu,” kata lelaki itu.
“Tidak apa-apa.. tapi, ngomong-ngomong mengapa kamu tidak melaporkan keadaanmu kepada Khalifah Umar bin Khattab? Bukankah kau berhak mendapatkan jaminan dari negara?” tanya Umar .
Lelaki itu langsung berdiri, dia memandang orang di depannya dengan sorot mata yang tajam dan menusuk. Umar terkejut melihat reaksi lelaki itu.
“Jangan kau sebut nama orang terkutuk itu di hadapanku!”
“Loh.. memangnya kenapa, wahai saudaraku?” Umar penasaran.
“Orang itu hanya mementingkan dirinya sendiri. Dia tak punya perhatian kepada rakyat kecil. Dia hanya peduli dengan orang-orang kaya yang akan melanggengkan kekuasaanya,” jawab lelaki itu penuh amarah.
“hmm.. kau sudah pernah bertemu dengannya?”
“Belum, lagi pula untuk apa aku bertemu dengannya?”
“Kalau seandainya kau bertemu dengannya. Apa yang akan kau lakukan?” tanya Umar tersenyum.
“Aku akan membunuhnya!”
Tiba-tiba terdengar suara bayi menangis dari dalam kemah.
“Ya Amirul mukminin, alhamdulillah ibu melahirkan dengan selamat! Bayi pun sehat!” teriak perempuan yang datang dengan Khalifah tadi.
Khalifah Umar bin Khattab segera bersujud syukur dan berdoa kepada Allah. Sementara itu, si lelaki gembira bercampur heran. Gembira karena istri dan anaknya selamat, dan heran karena lelaki di sebelahnya dipanggil dengan sebutan “Amirul Mukminin”.
“Lekas kau temui istrimu!, dan ini sekedar membantu perawatan anakmu.”
Umar memberikan sekantung uang yang segera diterima lelaki itu dengan suka cita. Sebelum lelaki itu masuk, dia memandang Umar.
“Wahai tuan, siapa tuan sebenarnya?” tanya lelaki itu penasaran.
“Aku, Umar bin Khattab, Khalifah yang terkutuk itu,” jawab Umar sambil tersenyum
Ia pergi dengan biaya sendiri, tidak menggunakan uang negara walaupun negara menyediakan biaya perjalanan dinas. Ia khawatir kalau membawa rombongan biaya perjalanan dinas itu akan membengkak.
Dengan mengenakan pakaian rakyat biasa, ia ingin tahu keadaan rakyatnya secara langsung.
Pada suatu dusun, Umar bin Khattab melihat seorang lelaki sedang duduk di muka kemahnya di bawah pohon. Dari dalam kemah itu, ia mendengar suara perempuan yang sedang merintih kesakitan. Setelah memberi salam Umar bertanya.
“Apa yang sedang kau lakukan, wahai saudaraku?”
“Aku sedang menunggui istriku yang akan melahirkan,” jawab lelaki itu.
“Siapa yang menolongnya di dalam?”
“Tidak ada...”
“Jadi istrimu sendirian?” tanya Khalifah tidak mengerti.
“Iya, aku tidak punya uang untuk membayar bidan,” jawab lelaki itu dengan muka sedih.
“Kalau begitu, suruh istrimu menahan sebentar, aku akan segera kembali,” ucap Khalifah.
Khalifah Umar segera memacu kudanya, meninggalkan lelaki itu. Dan tak jelang lama setelah itu ia kembali bersama seorang perempuan. Tanpa bicara perempuan itu langsung masuk ke dalam tenda sang lelaki yang baru mengerti apa yang sedang terjadi.
“Terima kasih dan maaf telah merepotkanmu,” kata lelaki itu.
“Tidak apa-apa.. tapi, ngomong-ngomong mengapa kamu tidak melaporkan keadaanmu kepada Khalifah Umar bin Khattab? Bukankah kau berhak mendapatkan jaminan dari negara?” tanya Umar .
Lelaki itu langsung berdiri, dia memandang orang di depannya dengan sorot mata yang tajam dan menusuk. Umar terkejut melihat reaksi lelaki itu.
“Jangan kau sebut nama orang terkutuk itu di hadapanku!”
“Loh.. memangnya kenapa, wahai saudaraku?” Umar penasaran.
“Orang itu hanya mementingkan dirinya sendiri. Dia tak punya perhatian kepada rakyat kecil. Dia hanya peduli dengan orang-orang kaya yang akan melanggengkan kekuasaanya,” jawab lelaki itu penuh amarah.
“hmm.. kau sudah pernah bertemu dengannya?”
“Belum, lagi pula untuk apa aku bertemu dengannya?”
“Kalau seandainya kau bertemu dengannya. Apa yang akan kau lakukan?” tanya Umar tersenyum.
“Aku akan membunuhnya!”
Tiba-tiba terdengar suara bayi menangis dari dalam kemah.
“Ya Amirul mukminin, alhamdulillah ibu melahirkan dengan selamat! Bayi pun sehat!” teriak perempuan yang datang dengan Khalifah tadi.
Khalifah Umar bin Khattab segera bersujud syukur dan berdoa kepada Allah. Sementara itu, si lelaki gembira bercampur heran. Gembira karena istri dan anaknya selamat, dan heran karena lelaki di sebelahnya dipanggil dengan sebutan “Amirul Mukminin”.
“Lekas kau temui istrimu!, dan ini sekedar membantu perawatan anakmu.”
Umar memberikan sekantung uang yang segera diterima lelaki itu dengan suka cita. Sebelum lelaki itu masuk, dia memandang Umar.
“Wahai tuan, siapa tuan sebenarnya?” tanya lelaki itu penasaran.
“Aku, Umar bin Khattab, Khalifah yang terkutuk itu,” jawab Umar sambil tersenyum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar