"Teknologi yang sama bahkan digunakan pula di masa sekarang,"
ujar Timur dan Iovanna. Semisal, foto yang diambil di Irak pada 2003
digunakan dalam siaran berita untuk menunjukkan kematian warga sipil
Suriah.
Bergabungnya Jerman dalam perang melawan Yugoslavia ternyata didasari dalih palsu. "Semua itu terbukti berkat pengakuan sensasional polisi Jerman, Henning Hentz yang bertugas di OSCE, Kosovo, pada 1990-an," ujar analis sejarah geopolitik, Blokhin Timur dan Vukotic Iovanna.
Foto yang diambil Hentz pada akhir Januari 1999, lanjut keduanya, digunakan Menteri Pertahanan Jerman waktu itu, Rudolf Scharping, untuk membenarkan campur tangan langsung NATO dalam konflik Kosovo. "Ia menyebut foto-foto para pemberontak yang tewas di Rugovo sebagai foto para korban sipil tak berdosa Albania," kata Timur dan Iovanna.
Apa yang sebenarnya terjadi di Kosovo pada akhir Januari 1999, beberapa bulan sebelum NATO melancarkan operasi melawan Yugoslavia?
Menurut sumber Serbia, lebih dari dua lusin teroris Tentara Pembebasan Kosovo tewas di Rugovo, sementara media massa Barat bersikeras bahwa setidaknya sembilan dari mereka adalah warga sipil. Secara khusus, New York Times melaporkan dengan merujuk komandan lapangan setempat bahwa di desa tersebut hanya ada empat militan KLA dan sama sekali tahu keberadaan pihak lain.
Pada 29 Januari, perwakilan misi OSCE Henning Hentz berada di Rugovo. Ia berbagi kesan kunjungannya dengan koresponden Voice of Rusia, Iovanna Vukotić, yang memberi gambaran nyata tentang apa yang terjadi. Ia mengatakan bahwa ini tak ada hubungannya dengan pembunuhan warga sipil Albania.
"Kami temukan 25 mayat, termasuk 11 di ataranya dalam bus dan beberapa lainnya di dekat kendaraan itu. Beberapa mayat lain tergeletak di gudang yang digunakan sebagai garasi. Wilayah di sekitar gudang tertutup salju namun tak ada jejak. Saya pikir, mayat-mayat itu dibawa ke sana dari lokasi lain, dan kemungkinan besar, sehari sebelum bentrokan polisi Serbia dengan militan KLA," tutur Henning Hentz.
Saat itu, Menteri Pertahanan Jerman Rudolf Scharping hanya menunjukkan beberapa foto yang diambil Henning Hentz dan untuk beberapa alasan, mengatakan bahwa semua itu diambil seorang perwira Jerman. Ia sengaja mengabaikan foto-foto yang jelas-jelas menunjukkan mayat militan KLA. "Jadi, Scharping berhasil meyakinkan publik bahwa 'orang jahat' atau orang Serbia lagi-lagi membunuh warga Albania yang tidak bersalah dan memicu gelombang pengungsi," papar Hentz.
"Bagi Jerman, ini berarti mereka harus terlibat dalam operasi militer untuk pertama kalinya pasca Perang Dunia II. Kesan saya, situasi Kosovo saat itu terlalu dibesar-besarkan. Saat saya mengunjungi Kosovo, tak ada keharusan bagi warga Albania untuk meninggalkan rumahnya secara massal. Justru eksodus sebenarnya dimulai di awal pengeboman. Sebagian besar laporan tentang situasi Kosovo berlebihan dan selalu melawan Serbia," imbuh Hentz.
Menurut Timur dan Iovanna, pembersihan etnis di Kosovo digunakan sebagai dalih mengembom Yugoslavia. "Insiden di desa Rugovo lagi-lagi menunjukkan bahwa kampanye PR melawan Belgrade dilakukan lewat pemalsuan terang-terangan," lanjut keduanya.
"Kabarnya, NATO mulai berpikir untuk melakukan invasi selepas pembunuhan 40 warga sipil Albania di Rachak," ungkap Timur dan Iovanna. Namun, tegas keduanya, para ahli yang mempelajari laporan forensik menyimpulkan bahwa tak ada bukti bahwa yang tewas itu warga sipil, dan bahwa mereka dibunuh prajurit Serbia.
"Teknologi yang sama bahkan digunakan pula di masa sekarang," ujar Timur dan Iovanna. Semisal, foto yang diambil di Irak pada 2003 digunakan dalam siaran berita untuk menunjukkan kematian warga sipil Suriah.
Efek dramatis dicapai melalui penggunaan program editing foto. "Sebagai contoh, gambar sebuah keluarga Suriah yang berjalan di tengah suasana kota seperti biasa, ditampilkan (diimbuhkan) dengan latar belakang bangunan yang hancur," ujar Timur dan Iovanna. (IT/SN/rj)
NATO Hancurkan Yugoslavia dengan Dalih Palsu
Bergabungnya Jerman dalam perang melawan Yugoslavia ternyata didasari dalih palsu. "Semua itu terbukti berkat pengakuan sensasional polisi Jerman, Henning Hentz yang bertugas di OSCE, Kosovo, pada 1990-an," ujar analis sejarah geopolitik, Blokhin Timur dan Vukotic Iovanna.
Foto yang diambil Hentz pada akhir Januari 1999, lanjut keduanya, digunakan Menteri Pertahanan Jerman waktu itu, Rudolf Scharping, untuk membenarkan campur tangan langsung NATO dalam konflik Kosovo. "Ia menyebut foto-foto para pemberontak yang tewas di Rugovo sebagai foto para korban sipil tak berdosa Albania," kata Timur dan Iovanna.
Apa yang sebenarnya terjadi di Kosovo pada akhir Januari 1999, beberapa bulan sebelum NATO melancarkan operasi melawan Yugoslavia?
Menurut sumber Serbia, lebih dari dua lusin teroris Tentara Pembebasan Kosovo tewas di Rugovo, sementara media massa Barat bersikeras bahwa setidaknya sembilan dari mereka adalah warga sipil. Secara khusus, New York Times melaporkan dengan merujuk komandan lapangan setempat bahwa di desa tersebut hanya ada empat militan KLA dan sama sekali tahu keberadaan pihak lain.
Pada 29 Januari, perwakilan misi OSCE Henning Hentz berada di Rugovo. Ia berbagi kesan kunjungannya dengan koresponden Voice of Rusia, Iovanna Vukotić, yang memberi gambaran nyata tentang apa yang terjadi. Ia mengatakan bahwa ini tak ada hubungannya dengan pembunuhan warga sipil Albania.
"Kami temukan 25 mayat, termasuk 11 di ataranya dalam bus dan beberapa lainnya di dekat kendaraan itu. Beberapa mayat lain tergeletak di gudang yang digunakan sebagai garasi. Wilayah di sekitar gudang tertutup salju namun tak ada jejak. Saya pikir, mayat-mayat itu dibawa ke sana dari lokasi lain, dan kemungkinan besar, sehari sebelum bentrokan polisi Serbia dengan militan KLA," tutur Henning Hentz.
Saat itu, Menteri Pertahanan Jerman Rudolf Scharping hanya menunjukkan beberapa foto yang diambil Henning Hentz dan untuk beberapa alasan, mengatakan bahwa semua itu diambil seorang perwira Jerman. Ia sengaja mengabaikan foto-foto yang jelas-jelas menunjukkan mayat militan KLA. "Jadi, Scharping berhasil meyakinkan publik bahwa 'orang jahat' atau orang Serbia lagi-lagi membunuh warga Albania yang tidak bersalah dan memicu gelombang pengungsi," papar Hentz.
"Bagi Jerman, ini berarti mereka harus terlibat dalam operasi militer untuk pertama kalinya pasca Perang Dunia II. Kesan saya, situasi Kosovo saat itu terlalu dibesar-besarkan. Saat saya mengunjungi Kosovo, tak ada keharusan bagi warga Albania untuk meninggalkan rumahnya secara massal. Justru eksodus sebenarnya dimulai di awal pengeboman. Sebagian besar laporan tentang situasi Kosovo berlebihan dan selalu melawan Serbia," imbuh Hentz.
Menurut Timur dan Iovanna, pembersihan etnis di Kosovo digunakan sebagai dalih mengembom Yugoslavia. "Insiden di desa Rugovo lagi-lagi menunjukkan bahwa kampanye PR melawan Belgrade dilakukan lewat pemalsuan terang-terangan," lanjut keduanya.
"Kabarnya, NATO mulai berpikir untuk melakukan invasi selepas pembunuhan 40 warga sipil Albania di Rachak," ungkap Timur dan Iovanna. Namun, tegas keduanya, para ahli yang mempelajari laporan forensik menyimpulkan bahwa tak ada bukti bahwa yang tewas itu warga sipil, dan bahwa mereka dibunuh prajurit Serbia.
"Teknologi yang sama bahkan digunakan pula di masa sekarang," ujar Timur dan Iovanna. Semisal, foto yang diambil di Irak pada 2003 digunakan dalam siaran berita untuk menunjukkan kematian warga sipil Suriah.
Efek dramatis dicapai melalui penggunaan program editing foto. "Sebagai contoh, gambar sebuah keluarga Suriah yang berjalan di tengah suasana kota seperti biasa, ditampilkan (diimbuhkan) dengan latar belakang bangunan yang hancur," ujar Timur dan Iovanna. (IT/SN/rj)
Sumber : http://www.islamtimes.org/vdci3qaprt1aqu2.k8ct.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar