Menurut
Kantor Berita ABNA, Maulawi Ali Ahmad Salami, yang lebih dikenal dengan
nama
Syaikh Maulawi Nadzhir Ahmad adalah ulama besar Ahlus Sunnah Iran
yang saat ini
menjadi wakil rakyat yang duduk di Majelis Khubregan
Rahbari delegasi Provinsi
Sistan dan Bluchistan Republik Islam Iran.
Beliau juga anggota perkumpulan
ilmiah bidang fiqh dan huquq Hanafi di
Universitas Mazahib Islami dan juga
menjadi dosen senior di Hauzah
Ilmiah Darul Ulum Zahedan. Diluar pendidikan
resminya di Hauzah Ilmiah
beliau pernah menimba ilmu secara khusus dari
beberapa ulama Ahlus
Sunnah terkemuka seperti Maulana Taj Muhammad Buzurqzadeh
di Sarbaz,
Maulana Mufti Muhammad Syafi’i ulama mufti Pakistan, Maulana
Muhammad
Rafi Utsmani, Maulana Muhammad Taqi Utsmani, Maulana Syams al Haq,
dan
Maulana Subhan Mahmud di Karachi Pakistan. Beliau juga mengantongi
ijazah
sarjana S2 dengan gelar master ekonomi Islam dari Universitas
Karachi Pakistan.
Diantara buku-buku yang menjadi buah karya beliau seperti, Tarikh Islam, Mahurhai Da’wat wa Tabligh [Seputar Dakwah dan Tabligh], Banwan Nemuneh Asr Payambar wa Sahabeh [Perempuan-perempuan Teladan di Masa Nabi dan Sahabat], Peristiwa Karbala dalam Pandangan Ulama Ahlus Sunnah, Hadiah untuk Kaum Muslimah dan banyak lagi lainnya. Selain menulis ratusan makalah ilmiah dengan berbagai tema dan pembahasan yang disampaikan dalam berbagai seminar nasional dan internasional. Dengan berbagai jabatan penting yang disandangnya dan aktivitas ilmiah yang dijalaninya, Syaikh Nadzhir Ahmad dikenal sebagai ulama Ahlus Sunnah terbaik dan paling populer di Iran.
Dengan alasan tersebut, wartawan ABNA mengambil waktu disela-sela kesibukan beliau untuk melakukan wawancara. Ditemui di ruang kerjanya sebagai wakil rakyat di Teheran, wartawan ABNA Ali Shakir mengajukan beberapa pertanyaan seputar pandangan Ulama Ahlus Sunnah mengenai sosok dan ketokohan Imam Ali as.
Berikut petikan wawancara tersebut:
ABNA: Bagi penganut Syiah khususnya kaum muda, memiliki informasi yang sangat terbatas mengenai bagaimana pandangan Ahlus Sunnah mengenai imam pertama mereka. Karenanya mohon dijelaskan bagaimana pandangan ulama Ahlus Sunnah mengenai sosok kepribadian dan keutamaan Imam Ali as dari sisi keimanan beliau, keadilan, keberanian, ibadah, pengabdian, jihad, pengorbanan dan kecintaan Nabi Muhammad Saw kepada beliau?. Silahkan.
-Bismillahirrahmanirrahim, dan kepadaNya kita memohon pertolongan dan perlindungan. Jika dipersilahkan saya akan memulainya dengan menjelaskan pandangan ulama Ahlus Sunnah mengenai keluarga Nabi Saw secara keseluruhan lalu kemudian menyampaikan pandangan Ahlus Sunnah terkait kepribadian Sayyidina Ali ra secara khusus.
ABNA: Silahkan.
-Kecintaan kepada Ahlul Bait adalah bagian dari iman kami dan kami sangat memegang prinsip itu. Dalam shalat kami, kami mengirim salam kepada Nabi dan keluarganya. Dan salam itu tercantum dalam kitab-kitab shahih kami, dan shalat kami tanpa disertai dengan salam kepada keluarga Nabi, menjadi shalat yang rusak dan tidak sempurna. Shalawat yang kami wajib melafazkannya dalam shalat yaitu, ”اللهم صل علی محمد و علی آل محمد کما صلیت علی ابراهیم و علی آل ابراهیم انک حمید مجید، اللهم بارک علی محمد و علی آل محمد کما بارکت علی ابراهیم و آل ابراهیم انک حمید مجید.” Do’a tersebut kami baca, baik dalam shalat berjama’ah, shalat sendiri, shalat malam dan lain-lain pada saat kami melakukan tasyahud akhir. Dalam shalawat tersebut kami mengirimkan salam kepada Nabi dan keluarganya.
Demikian pula pada khutbah Jum’at, shalawat kepada Nabi dan Ahlul Baitnya menjadi bagian dari khutbah Jum’at yang harus diucapkan dalam bahasa Arab. Khutbah Jum’at yang disertai ucapan shalawat tersebut disampaikan di seluruh dunia Islam bukan hanya di Iran. Disetiap hari Jum’at di semua masjid Ahlus Sunnah khutbah Jum’at tidak dibacakan sebelum diawali dengan bacaan shalawat kepada Nabi dan Ahlul Bait. Jangan katakan, itu hanya diucapkan setelah terjadi revolusi Islam di Iran yang kemudian berubah menjadi pemerintahaan yang berasas mazhab Syiah, tidak. Melainkan sebelum revolusipun shalawat untuk Ahlul Bait sudah menjadi bagian penting dalam khutbah Jum’at Ahlus Sunnah di Iran. Kami meyakini, Al Hasan dan Al Husain adalah penghulu pemuda syuhada di Surga dan Sayyidah Fatimah adalah pemimpin kaum perempuan di Surga, dan itu telah menjadi keyakinan kami, dan sama sekali bukan karena terpengaruh atau dipengaruhi oleh ajaran Syiah.
Misalnya, mengenai kejadian tragis di Karbala yang menjadi penyebab syahidnya Maulana al Husain ra, ulama Ahlus Sunnah mengecam dan mengutuk peristiwa tersebut. Banyak kitab ulama Ahlus Sunnah yang telah ditulis berkenaan dengan peristiwa tersebut dan betapa mereka mengecam pembantaian keji tersebut. Diantaranya, ulama besar Ahlus Sunnah Abu al Ali al Maududi, Syaikh Abu al Kalam Azad, Maulana Muhammad Syafi’i mufti besar Pakistan. Demikian pula dengan Maulana Mufti Muhammad Syafi’i yang menulis kitab “Syahid Karbala” dan pada bagian mukaddimah kitab tersebut beliau menulis, “Pada peristiwa tragedi Karbala bukan hanya umat manusia yang berduka dan bersedih namun juga bulan, matahari dan awan turut meneteskan air mata duka.”
Saya juga berada di garis ulama Ahlus Sunnah dan Syiah yang mengecam dan mengutuk terjadinya peristiwa biadab tersebut. Saya telah membaca banyak buku dan makalah seputar kejadian tersebut dan dari penelitian tersebut saya menulis buku khusus mengenai tragedi Asyura dengan judul, “Seputar Tragedi Karbala”.
ABNA: Mengenai Imam Ali sendiri, bagaimana pendapat anda?
-Beliau adalah seorang ahli ibadah yang sangat mengagumkan, seorang pemberani, ahli takwa dan dengan banyak lagi keutamaan yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Dan semua keterangan mengenai hal tersebut diriwayatkan dalam kitab-kitab yang kami akui kesahihannya.
Sayyidina Ali adalah menantu Nabi yang melaluinya keturunan Nabi berlanjut. Dan kami mengakui itu adalah sebuah keutamaan yang tidak dimiliki selainnya. Mengenai keilmuan dan kecerdasan beliau, r iwayat yang bersambung sanadnya sampai ke Nabi Saw, menyebutkan, “Aku adalah kota ilmu, dan Ali adalah pintunya”. Selain itu kamipun mengakui bahwa yang paling menonjol kefakihan dan keilmuannya diantara para sahabat, adalah Sayyidina Ali radiallahu anhu.
Dalam perang Khaibar, Ali adalah pahlawannya, yang Nabi bersabda tentang beliau pada hari sebelumnya bahwa beliau akan menyerahkan bendera pasukan ke tangan seseorang yang akan membebaskan Khaibar. Para sahabat menanti dan berharap salah satu dari merekalah yang diserahkan bendera itu, namun pagi harinya Nabi memanggil Ali yang meskipun saat itu sedang sakit mata. Nabi seketika menyembuhkan sakit Ali dan menyerahkan bendera kepempimpinan pasukan kepada Ali. Dan sebagaimana yang dikatakan Nabi, Ali dengan kekuatan, keberanian dan kepemimpinannya berhasil menaklukan musuh dan membebaskan Khaibar.
ABNA: Kami berkeyakinan surah Al Maidah ayat 55 diturunkan berkenaan dengan Imam Ali as, yang ketika turunnya ayat tersebut baru saja menyedekahkan cincinnya pada seorang fakir disaat beliau masih sedang dalam keadaan rukuk dalam shalatnya. Apakah anda juga meyakini demikian?
-Terdapat beberapa tafsir mengenai ayat tersebut. Dan salah satu misdaqnya bisa saja memang Sayyidina Ali namun bisa juga misdaq yang lain, wallahu ‘alam. Namun yang pasti, kalaupun pendapat yang paling benar bahwa misdaqnya adalah Sayyidina Ali, itu tidak memberi pengaruh apa-apa pada keyakinan kami, dan juga tidak mesti membuat kami marah, sebab keyakinan kami mengatakan bahwa Sayyidina Ali ra memang memiliki kelayakan untuk mendapatkan keutamaan seperti itu.
Sebagaimana juga misalnya pada surah al Insan, yang disebutkan dalam salah satu riwayat bahwa surah tersebut turun berkenaan dengan Sayyidina Ali dan Sayyidah Fatimah az Zahra beserta kedua puteranya, Hasan dan Husain yang saat itu sedang dalam keadaan berpuasa, namun menyedekahkan makanan buka puasa mereka pada orang yang lebih membutuhkan, dan itu terjadi tiga hari berturut-turut, pada hari pertama sajian buka puasa mereka diserahkan kepada seorang fakir, besoknya kepada anak yatim dan esoknya lagi pada seorang yang ditawan. Namun itu adalah salah satu riwayat penafsiran, yang juga masih memberi ruang pada penafsiran lain, terutama karena memang ada riwayat-riwayat lain yang menyebutkan misdaq ayat tersebut bukan mereka. Namun, sebut saja surah tersebut memang menceritakan mengenai keutamaan Ahlul Bait, itupun justru menguatkan keyakinan kami, dan kami bangga dengan itu, bahwa ini menjadi hujjah bagi kami mencintai dan menghormati Ahlul Bait adalah sebuah keniscayaan pada agama ini.
ABNA: Namun kami melihat sebagian dari kelompok yang menyebut dirinya Ahlu Sunnah ketika disampaikan keutamaan Ahlul Bait, justru tampak rasa tidak suka dari mereka. Bahkan diantara mereka ada yang memungkirinya dan menyebut itu kedustaan –nauzubillah-. Bagaimana pendapat ulama Ahlus Sunnah terhadap mereka yang melakukan pelecehan dan perendahan terhadap kemuliaan dan kesucian Imam Ali as atau Ahlul Bait lainnya?
-Saya berani menegaskan pada anda, bahwa jika ada Sunni yang menghina Ahlul Bait, dia bukan hanya tidak tergolong dari kalangan Ahlus Sunnah bahkan juga telah murtad dan keluar dari lingkaran Islam.
ABNA: Dalam beberapa kitab rujukan Ahlus Sunnah, seperti Tafsir Ruh al Ma’ani, Syarah Nahjul Balaghah ibn al Hadid, Al Haafi Imam Syafii, Yanabi al Mawaddah al Hanafi dan belasan kitab lainnya, diriwayatkan Sahabat Umar dalam beberapa kesempatan pernah berkata, “Jika tidak ada Ali maka celakalah Umar.” Menurut anda, apa yang dimaksudkan beliau atas perkataannya tersebut?
-Dalam beberapa kejadian, Sayyidina Umar mengeluarkan pendapat dan keputusan yang salah, namun Sayyidina Ali yang berada disisi beliau meluruskan pendapatnya itu bahwa bukan demikian, sehingga Sayyidina Umar segera menerima dan meluruskan pendapatnya. Karena itu beliau berkata, “Jika tidak ada Ali maka saya akan celaka”.
ABNA:Apa ini tidak menunjukkan bahwa imam Ali as lebih berilmu dibanding sahabat Umar?
-Ya, perkatannya tersebut menunjukkan hal tersebut. Dan kami semua menerimanya. Dan tidak mungkin ada Ahlus Sunnah yang menolak hal tersebut. Namun bagi kami, ini menunjukkan keutamaan keduanya. Sayyidina Ali akan keilmuannya yang luas. Dan Sayyidina Umar akan kesigapannya untuk merujuk pada yang haq. Karena dua-duanya memiliki keutamaan, karena itu kami menghormati keduanya, dan tidak mengecilkan salah satunya.
ABNA: Kami memiliki riwayat yang menyebutkan Nabi Muhammad Saw bersabda, “Ali bersama kebenaran dan kebenaran bersama Ali”, apa anda juga menerima dan meyakini kebenaran riwayat tersebut?
-Ya, Ahlus Sunnah berkeyakinan, atas semua peristiwa yang terjadi antara Sayyidina Ali dengan sahabat-sahabat yang lain, kebenaran bersama Sayyidina Ali. Misalnya, perselisihan antara Ali dan Muawiyah, dan perselisihan beliau dengan Ummul Mukminin Aisyah ra.
ABNA: Karena itu anda tidak berkeyakinan bahwa para sahabat itu maksum dan terjaga dari kesalahan?
-Sebelumnya saya akan menjelaskan kepada anda, makna yang benar dari istilah Sahabat Nabi. S ahabat dalam pandangan mazhab kami adalah mereka yang bertemu dan melihat Rasulullah Saw, mengimani beliau sebagai Nabi dan utusan Allah SWT dan meninggal tetap dalam keimanannya tersebut. Sahabat kami akui dan yakini tidak maksum tetapi memiliki kehormatan. Mereka satu sama lain memiliki derajat yang berbeda, namun kami memandang mereka satu dalam penghormatan.
ABNA: Anda menerima dan mengakui keluasan dan ketinggian ilmu Imam Ali as dibanding sahabat-sahabat yang lain?
-Iya, sebelumnya juga sudah saya katakan, Nabi Muhammad Saw bersabda kepada sahabat-sahabatnya, “Yang paling hakim diantara kalian adalah Ali.” Dan tidak mungkin seseorang disebut paling hakim jika juga tidak memiliki ilmu yang sangat luas dibanding yang lain. Dan inilah keutamaan Sayyidina Ali, sebagai orang paling alim.
Namun saya katakan kepada anda. Sahabat yang lain juga memiliki keutamaan dari sisi yang lain. Misalnya Sayyidina Umar pada satu sisi tertentu dan Abu Bakar utama pada sisi yang lain. Dan seterusnya. Dan keluasan ilmu Sayyidina Ali adalah sesuatu yang telah pasti dan menunjukkan keutamaan beliau yang sangat besar.
ABNA: Apakah anda mengatakan dan memuji Imam Ali as saat ini, karena berhadapan dengan saya yang muslim Syiah?
-Tidak. Mengenai Sayyidina Ali tidak ada yang bisa diungkapkan kecuali kebaikan dan keutamaan saja. Setiap saya hendak berbicara mengenai Sayyidina Ali, yang keluar dari lisan saya seluruhnya hanya kebaikan saja.
ABNA: Jika anda berbicara diatas mimbar, dan pendengar anda ada jama’ah dari Sunni dan juga ada yang Syiah, apakah anda tetap mengatakan apa yang baru saja katakan mengenai Imam Ali as?
-Saya tidak punya pengetahuan mengenai Sayyidina Ali kecuali kebaikannya. Karenanya tentu saja dimanapun, dan siapapun yang mendengarkan penyampaianku saya hanya akan berbicara tentang apa yang saya ketahui dari Sayyidina Ali, dan semuanya itu hanya kebaikan dan kebaikan saja. Saya bahkan punya kisah menarik mengenai ini.
ABNA: Silahkan anda ceritakan.
-Suatu malam saya bersama beberapa ruhaniawan dari kalangan Syiah dan Sunni Zahedan dalam sebuah perjalanan. Kami tiba di Sirkhan dan menjadi tamu warga setempat. Sayapun mengusulkan, untuk mengisi waktu, sehabis makan, satu teman dari Syiah dan satu dari Sunni untuk menyampaikan ceramah. Yang terpilih mewakili teman-teman Sunni adalah saya. Dan ketika tiba giliran saya untuk berceramah, saya menyampaikan sikap dan pendirian Ahlus Sunnah tentang Ahlul Bait. Dan apa yang saya katakan pada malam itu, adalah juga yang telah saya sampaikan kepada anda. Sehabis ceramah, yang juga dihadiri warga setempat, mereka mendatangi dan mendekat kepada saya. Diantaranya ada yang bertanya, “Benarkah aqidah anda mengenai Ahlul Bait demikian, sebagaimana yang anda sampaikan tadi?”. Saya jawab, “Bukan hanya aqidah saya, tapi aqidah semua Ahlus Sunnah dipenjuru dunia. Dan saya berani bersumpah demi Allah untuk memperkuat persaksian saya.”
Nah, apa yang anda khawatirkan tadi mengenai saya, bahkan telah saya lakukan. Jika anda bersedia, menyediakan sebuah majelis yang semuanya adalah muslim Syiah, saya akan datang dan berbicara mengenai keutamaan Ahlul Bait dan Sayyidina Ali secara khusus dalam pandangan Ahlus Sunnah.
ABNA: Apa yang semua anda katakan tadi mengenai keutamaan dan fadhilah Ahlul Bait adalah juga menjadi keyakinan muslim Syiah. Namun mengapa saat ini yang terjadi di Pakistan, Irak, Suriah, Bahrain dan sebagian di Iran dan Afghanistan kita melihat kenyataan pahit adanya aksi kekerasan dan pembunuhan yang dialami oleh warga muslim Syiah. Bahkan kita mendengar adanya fatwa dari ulama Ahlus Sunnah bahwa membunuh orang Syiah akan memudahkan jalannya menuju surga. Apakah hal tersebut memiliki dasar dalam Islam? Apakah Islam mengajarkan membunuh sesama muslim dapat mengantarkan seseorang menuju surga?
-Saya meyakini, tidak ada kelompok Islam yang berkeyakinan seperti itu. Kelompok ekstrimis yang membunuhi orang-orang muslim Syiah misalnya dari kelompok Sepah Sahabeh Pakistan atau Jabhah al Nasrah Syam, meskipun mereka meyakini apa yang mereka lakukan itu diganjari pahala atau yang mereka lakukan itu adalah sunnah yang dianjurkan namun itu keyakinan dusta. Tidak bisa disandarkan pada Islam dan tidak ada Sunnah yang mengajarkan seperti itu.
Kita punya riwayat, bahwa Nabi Muhammad Saw sebelum mengutus para Mujahidin ke medan jihad beliau memesankan kepada mereka, bahwa jika mereka memasuki suatu desa yang disitu diperdengarkan azan maka tidak diperkenankan untuk menyerang dan merusak desa itu, meskipun disitu hanya ada satu orang yang muslim, apalagi kalau memang itu wilayah muslim. Jika ada yang berkeyakinan membunuh sesama muslim dapat menyebabkan masuk ke surga maka itu bukan keyakinan Islam, melainkan keyakinan yang bersumber dari khurafat. Keyakinan itu tidak memiliki dasar sama sekali dalam agama ini baik dalam hukum syar’i maupun aqidah. Hanya angan-angan dan khufarat saja. Saya yakin mereka hanya orang-orang jahil yang dimanfaatkan untuk memecah belah kaum muslimin untuk kepentingan musuh-musuh Islam.
ABNA: Jadi keyakinan membunuh muslim Syiah itu bisa mengantarkan ke surga digali dari khurafat saja dan tidak bersumber dari ajaran Islam?
-Iya, khurafat. Bahkan saya berkeyakinan, yang memiliki keyakinan seperti itu telah keluar dari golongan muslim.
ABNA: Jadi tragedi-tragedi yang kita lihat. Peledakan bom di wilayah komunitas Syiah, bahkan ditengah majelis-majelis dan shalat yang muslim Syiah lakukan, video yang menampilkan adegan memenggal kepala, mengunyah jantung sambil bertakbir, bagaimana anda menjelaskan itu?
-Kelompok yang melakukan itu tidak bisa mengklaim diri berasal dari barisan muslim. Kalaupun mereka muslim, mereka adalah muslim yang jahil. Saya meyakini mereka dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam untuk melakukan itu, sehingga mencoreng wajah Islam dimata masyarakat dunia. Merekapun menjadi punya bukti bahwa memang orang Islam itu beringas dan gemar membunuh satu sama lain.
Sekali lagi saya tegaskan, bahwa barang siapa yang berkeyakinan membunuh muslim Syiah dengan alasan karena bermazhab Syiah dan itu berbuah pahala, maka telah keluar dari barisan kaum muslimin.
ABNA: Menurut anda sendiri, bagaimana keterkaitan aksi-aksi terror dan kekerasan tersebut dengan musuh abadi umat Islam yaitu Israel?
-Iya, bagi mereka yang melakukan hal-hal yang justru menguntungkan pihak musuh yaitu AS dan Israel maka secara langsung mereka teleh berkhidmat kepada musuh.
ABNA: Namun apa yang anda katakan dan yakini ini bertentangan dengan ulama-ulama Ahlus Sunnah semisal yang berasal dari Arab Saudi. Mereka berkeyakinan Syiah itu telah kafir dan halal darahnya untuk ditumpahkan. Bagaimana anda menjelaskan ini?
-Tentu itu lebih banyak berkaitan dengan kepentingan politik, tapi saya tidak akan menyinggung itu, namun dari sisi syar’i saya katakan, tidak ada satu pun kelompok Islam di dunia ini dan masa sekarang yang menamakan diri mereka Wahabi. Di masa-masa akhir abad pertama dan diawal abad kedua Hijriah, di benua Afrika, seseorang bernama Abdul Wahab bin Abdurrahman bin Rustum, muncul sebagai pribadi yang terkenal, manhaj dan pemikirannya dari sekte Khawarij. Pengikutnya menamakan diri mereka Wahabi, yang maksudnya adalah pengikut Abdul Wahab. Mereka berkeyakinan selain dari kelompok mereka bukanlah termasuk muslim, dan mereka merubuhkan masjid yang bukan masjid yang mereka bangun. Namun kelompok Wahabi tersebut telah punah dan kehabisan pengikut sebelum pertengahan kurun kedua dan sekarang sama sekali tidak lagi memiliki peninggalan dan bekas apapun.
ABNA: Namun bagaimana dengan kelompok Wahabi yang dikenal masa sekarang? Bagaimana anda menjelaskan?
-Mereka yang kita sebut dan kenal sebagai Wahabi saat ini tidak pernah menamakan diri mereka Wahabi, mereka lebih sering menyebut diri mereka dengan sebutan Salafi. Secara lughawi kami dan kalian adalah sama-sama Salafi. Karena Salafiyun artinya yang mengikuti para Salafush Saleh, yaitu orang-orang terdahulu yang saleh. Sunni maupun Syiah, semuanya mengikuti orang-orang saleh terdahulu dari kalangan mereka. Karena secara bahasa, kita semua adalah Salafi. Namun Salafi secara istilah akan saya jelaskan.
Pada kurun kedua, disaat keilmuan umat Islam mencapai kejayaannya, kitab-kitab tafsir dan kitab-kitab hadits marak ditulis para ulama, musuh Islam justru hendak mengacaukan keilmuan umat Islam. Mereka memasukkan pengaruh Filsafat Yunani kedalam ilmu-ilmu Islam, dan mensyarah ilmu-ilmu Islam dengan merujuk pada pandangan Filsafat Yunani. Mereka melakukan itu sampai pada tahap mengkritisi Al-Qur’an dan Hadits dan menyampaikan kelemahan-kelemahannya. Misalnya mereka mengatakan, “Al-Qur’an kamu menyebutkan Tuhan itu memiliki tangan, Tuhan itu bersemayam di atas Arsy, dan sebagainya yang menunjukkan bahwa Tuhan itu wujud materi dan terbatas. Dengan demikian Tuhan itu diadakan, sementara Tuhan diklaim sebagai Pencipta segala sesuatu dan tidak ada yang mengadakan. Mereka dengan argumen akal itu hendak merusak sumber rujukan Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadits, setidaknya mengurangi keutamaan dan nilai besarnya dalam pandangan umat Islam.
Menghadapi mereka, ulama Islam terbagi atas dua kelompok. Pertama, kelompok para ulama yang dalam menghadapi syubhat mereka hanya mendiamkan saja. Misalnya mereka berkata, “Ya memang benar Tuhan itu memiliki tangan, bersemayam di atas Arsy, dan sebagainya namun kami tidak mengetahui bagaimananya. Karena Al-Qur’an dan Hadits secara dzahir menyebutkan demikian maka kami tidak mungkin akan mengingkarinya. Kami meyakini Tuhan memiliki tangan, namun tangan Tuhan bagaimana bentuknya? Wajah Tuhan bagaimana? Serta bagaimana posisi duduk Tuhan di atas Arsy dan seterusnya bukan pengkajian kami. Kami hanya meyakini sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an dan As Sunnah dan tidak punya wewenang untuk menakwilkan apalagi sampai mengingkarinya. Kelompok pertama inilah yang disebut dan menamakan diri dengan Salafi.
Misalnya Imam Malik bin Anas ketika ditanya, “Bagaimana Allah istawa di atas Arsy?” maka beliau menjawab, “Allah istawa di atas Arsy adalah haq dan bertanya tentangnya adalah bid’ah.” Yaitu pertanyaan, tentang bagaimana Allah istawa diatas Arsy adalah pertanyaan yang sia-sia. Bagi mereka, bagaimana Allah istawa itu tidak penting, namun mengimaninya wajib hukumnya. Dan sudah pasti mengimaninya adalah sesuatu yang benar.
Kelompok kedua, adalah ulama yang menakwilkan hal-hal mutasyabihat tersebut. Misalnya mereka mengatakan, yang dimaksud dengan Tangan Tuhan adalah kekuasaan. Maksud Tuhan bersemayam diatas Arsy yaitu Tuhan mengontrol dan menguasai segala alam semesta beserta isinya. Yaitu, Tuhan bukanlah sebagaimana makhluk yang memiliki bagian-bagian tubuh, Dia adalah pencipta alam semesta dan segala maujud yang ada, dan Dia pula yang mengatur dan menguasainya, sehingga tidak mungkin dibatasi oleh materi yang diciptakannya.
Dengan adanya pengaruh dari filsafat Yunani tersebut, umat Islam terbagi dua, Salafi dan non Salafi. Mereka yang menolak takwil menyebut diri Salafi dan yang memberlakukan takwil dikenal sebagai kelompok Non Salafi. Aqidah Salafi adalah kami meyakini dan mengimani apa yang disampaikan Al-Qur’an dan Hadits yang shahih dan mempertanyakan tentang bagaimananya adalah kesia-siaan. Meskipun bagaimananya bagi kami tidak jelas namun kami tetap mengimaninya.”
Salafi kemudian terbagi lagi atas beberapa firqah, diantaranya adalah Wahabi. Wahabi inilah kelompok yang paling jahil dan paling bengkok pemahamannya dari kalangan Salafi.
ABNA: Apa kemudian kaitannya, antara adanya ikhtilaf dan perbedaan pemahaman itu dengan apa yang terjadi saat ini?
-Kaum muslimin dunia, jika kita hendak membaginya maka menurut saya terbagi atas tiga kelompok:
Pertama, kelompok literalis. Yaitu mereka yang mengimani dan memahami apa yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadits sesuai dengan apa yang tertulis dan tersampaikan, yang kemudian merekapun mengamalkan apa yang mereka yakini itu. Mereka yang berada dalam kelompok ini, dari sisi keilmuan sangat rendah dan jahil. Mereka dapat dengan mudah mengkafirkan atau menganggap sesat kelompok Islam yang berbeda pemahaman dengan mereka. Meskipun mereka menyebut dan mengklaim diri sebagai Salafi, kami mengenal mereka dengan sebutan Wahabi. Mereka hanya memperhatikan apa yang tersurat dari ayat dan hadits, dan cara mereka menafsirkan dan memahami agama tidak jauh beda dengan apa yang kita kenal sebagai Wahabi di kurun kedua.
Kedua, kelompok nash dan aqli. Mayoritas kaum muslimin di dunia Islam berada di dalam kelompok ini. Mereka mengamalkan nash sebagaimana kelompok pertama namun tidak hanya sepenuhnya bergantung pada lahiriah teks melainkan juga menyandarkannya bagaimana Nabi menafsirkannya, bagaimana sahabat memahami dan mengamalkannya, bagaimana para imam mazhab menjadikannya sumber hokum dan disisi lain merekapun menggunakan akal sebagai alat bantu dalam memahaminya. Aktivitas mereka yang berada di kelompok ini lebih disibukkan dengan kegiatan-kegiatan ilmiah, mengajar, tabligh, tarbiyah, berdakwah, penulisan, penelitian dan tidak memiliki perhatian yang besar terhadap mesti berdirinya hukumah Islamiyah. Prinsip mereka, dengan memperkenalkan pentingnya pengamalan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari akan membuat masyarakat suatu waktu akan menegakkan sendiri pemerintahan Islam itu. Pemerintahan Islam bagi kelompok ini bukanlah prioritas utama.
Ketiga, kelompok nash, aqli dan siyasah. Secara aqidah mereka sama dengan kelpmpok kedua namun prioritas utama mereka adalah penegakan pemerintahan Islam. Kelompok ini lahir sekitar 130 tahun lalu. Diantara tokoh yang terkenal dari kelompok ini adalah Sayyid Jamaluddin al Afghani beserta muridnya Muhammad Abduh. Setelah itu Allamah Rasyid Ridha, Syaikh Hasan al Banna, kelompok Ikhwanul Muslimin, Sayyid Qutb, Sayyid Abul ‘ala Mauludi sampai Imam Khomenei rahmatullah ‘alaihi. Mereka bersungguh-sungguh memperjuangkan tegaknya pemerintahan Islam sebagai prioritas utama dakwah dan pergerakan mereka.
Sekarang, dengan mengenal ketiga kelompok ini, maka jelas perselisihan dan tragedi memilukan yang terus terjadi di dalam tubuh umat Islam karena keberadaan kelompok pertama, yang sadar atau tidak telah ditunggangi oleh kepentingan musuh.
ABNA: Penduduk sipil Suriah yang tidak berdosa telah menjadi korban kebiadaban dan kekejian kelompok teroris yang didukung dan didanai oleh AS dan Israel, darah mereka ditumpahkan tanpa alasan, dan tubuh-tubuh mereka ibarat mainan yang dijadikan obyek fitnah, bagaimana pandangan anda sebagai ulama Ahlus Sunnah menyikapi hal tersebut?
-Ulama Ahlus Sunnah memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai hal ini. Sebagian mendukung kelompok oposisi sebagian lagi mendukung pemerintahan Suriah.
ABNA: Bagaimana menurut pendapat pribadi anda mengenai serangan militer yang diberlakukan atas Suriah?
-Pendapat pribadi saya, apapun pergerakan yang menguntungkan Amerika dan Israel dan memberi manfaat pada kepentingan-kepentingan mereka terutama jika itu lebih memperkuat eksistensi dan pengaruh AS dan Israel di Timur Tengah secara khusus dan dunia Islam secara umum maka saya mengecamnya. Kami tidak pernah mengizinkan adanya serangan militer ke Negara yang berdaulat. Kami tidak pernah menyepakati adanya serangan militer yang ditujukan atas Suriah, Pakistan dan Afghanistan. Islampun tidak membolehkan hal tersebut. Terlebih lagi, di Negara-negara tersebut yang menjadi korban paling banyak dirasakan oleh rakyat sipil yang tidak berdosa.
Yang paling banyak ambil andil dalam kekerasan dan pembunuhan yang tengah terjadi di daerah-daerah konflik adalah kelompok al Qaedah. Menurut hukum syar’i mereka layak dikecam. Islam tidak pernah membolehkan apa yang tengah mereka lakukan dengan aksi-aksi teror mereka. Islam jika memberlakukan jihad, memiliki syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi, jika tidak maka bukan jihad namanya. Jihad adalah peperangan melawan kaum kuffar bukan sesama kaum muslimin.
ABNA: Pendapat anda sendiri mengenai jihad nikah bagaimana?
-Pertama dari sisi bahasa saja, istilah jihad nikah tidak tepat, karena jihad adalah peperangan melawan kaum kuffar bukan dengan kaum muslimin. Kedua secara istilah, nikah jihad melenceng dari syariat. Dalam Islam tidak ada istilah jihad nikah. Perempuan yang menyerahkan dirinya dengan mengatasnamakan jihad nikah untuk memenuhi nafsu kelompok oposisi tersebut sama halnya membinasakan dirinya sendiri.
ABNA: Mengenai makam-makam keluarga Nabi dan sahabat-sahabatnya di Suriah yang dirusak oleh kelompok oposisi apa itu memiliki dasar dalam ajaran Islam?
-Jika memang benar itu pengrusakan tempat-tempat suci tersebut dilakukan oleh kelompok Salafi maka menurut keyakinan mereka yang hanya berdasarkan pada lahiriah teks dan mengandalkan dugaan belaka maka itu perbuatan benar dan dianjurkan dalam Islam versi mereka. Karena mereka meyakini membangun bangunan diatas kuburan tidak bisa dibenarkan dan harus dirubuhkan. Mereka mengatakan punya riwayat dan hujjah yang membenarkan perbuatan mereka untuk menghancurkan bangunan yang dibangun diatas kuburan.
Namun kaum muslimin yang berbeda pandangan dengan mereka juga ada, dan lebih banyak. Bahwa membangun bangunan diatas makam-makam para wali adalah bentuk pemuliaan dan penghormatan terhadap tokoh-tokoh besar Islam tersebut. Dan keyakinan mereka ini juga harus dihargai dan dihormati. Karenanya tindakan Salafi tidak bisa dibenarkan. Mereka tidak boleh menghancurkan bangunan yang dibangun oleh kelompok yang meyakini itu sebagai keutamaan.
ABNA: Anda mengatakan bahwa Ahlus Sunnah juga menghormati dan memuliakan Imam Husain as. Karenanya sudah menjadi keniscayaan penghormatan dan pemuliaan juga harus ditujukan kepada anak keturunan beliau. Namun kita lihat realitas yang terjadi, para pemberontak Suriah justru menyerang dan merusak makam Hadhrat Zainab, Sukainah, dan Ruqayyah yang merupakan keturunan Imam Husain as, apa menurut anda itu bukan penghinaan terhadap pribadi Nabi Muhammad Saw dan Imam Husain as?
-Iya demikianlah. Menyerang dan merusak makam keturunan Nabi Saw bukan hanya tidak diperbolehkan tapi juga haram secara syar’i, begitu juga makam muslim-muslim lainnya. Masyarakat setempat mendirikan bangunan di makam-makam suci tersebut sebagai bentuk penghormatan yang berdasarkan dari keyakinan mereka yang juga memiliki sumber dan hujjah yang kuat, karenanya harus dihormati. Dalam Al-Qur’an disebutkan adanya larangan untuk tidak menghina dan menjelek-jelekkan berhala yang disembah dan dijadikan tuhan oleh orang-orang musyrik karena itu akan memancing mereka untuk juga menghina Allah Swt dan Islam. Karenanya sangat tidak dibenarkan apa yang telah dilakukan kelompok oposisi di Suriah yang merusak makam, masjid dan tempat-tempat yang d imuliakan kaum muslimin.
ABNA: Pengrusakan yang dilakukan kelompok Salafi atau Wahabi bukan hanya di Suriah namun juga di kota Madinah. Apa penjelasan anda mengenai apa yang dilakukan pemerintahan Saudi terhadap pemakaman Baqi?
-Mereka melakukan itu karena mereka mereka meyakini riwayat yang menyebutkan jangan mendirikan bangunan di atas kuburan, karenanya meruntuhkan bangunan yang dibangun diatas kuburan bagi mereka bukan penghinaan melainkan keharusan agama. Inilah yang saya katakana tadi bahwa mereka memahami teks agama berdasarkan penalaran mereka belaka. Sebab dimasa Kekhalifaan Utsmaniah, bukan hanya makam suci keluarga dan keturunan Nabi yang dibuatkan bangunan dan kubah, juga para syuhada perang Badar. Namun ketika Madinah jatuh di bawah penguasaan Salafi/Wahabi mereka merusak semua bangunan itu. Meskipun umat Islam sedunia memprotes apa yang mereka lakukan, mereka tetap saja melanjutkan pengrusakan sampai pemakaman Baqi rata dengan tanah.
Bagi kami apa yang mereka lakukan itu tidak bisa dibenarkan. Peninggalan-peninggalan Islam harus dijaga karena itu warisan yang berkisah tentang masa lalu yang sangat bermanfaat dan memberi pengaruh besar bagi generasi kemudian. Makam adalah peninggalan terakhir dan kenangan dari orang yang pernah hidup sebelumnya karenanya makam harus dikenali dan dijaga supaya ingatan tentangnya bisa terus membekas, bukan malah dirusak dan dihancurkan. Namun melihat kondisi pemakaman Baqi saat ini, kita sungguh sangat miris, kita tidak bisa mengenali secara pasti dari makam-makam itu.
ABNA: Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah Sayyid Ali Khamanei menegaskan karena Imam Ali bin Abi Thalib as diakui keutamaannya oleh semua mazhab dalam Islam, baik itu Sunni maupun Syiah karenanya beliau semestinya dijadikan sebagai poros persatuan umat Islam. Menurut anda sendiri bagaimana?
-Apa yang beliau katakan itu sangat tepat. Dan jika benar-benar terjadi dan diamalkan, akan sangat banyak perbedaan dan perselisihan yang terjadi di antara kaum muslimin akan terselesaikan. Kami Ahlus Sunnah meyakini Sayyidina Ali dan semua Ahlul bait memiliki kedudukan yang tinggi dan mulia. Namun kami juga berharap, sebagaimana Sayyidina Ali ra yang memberi dukungan dan penghormatan kepada tiga khalifah sebelumnya, saudara-saudara kami dari muslim Syiah juga melakukan hal yang sama. Jika itu yang terjadi, saya yakin meskipun semua perbedaan tidak bisa dituntaskan, setidaknya mampu menimimalisir perbedaan yang ada dan menciptakan kondisi yang sangat baik bagi terwujudnya persatuan kaum muslimin, dan bisa bekerjasama dalam suasana yang penuh penghormatan dan saling memahami.
ABNA: Pembicaraan dengan anda yang sarat dengan ilmu, argumen yang logis dan saran-saran yang konstruktik menjadi pembicaraan ini sangat menyenangkan bagi saya.
-Terimakasih. Saya pernah mengajar di Universitas Adyan kota Qom. Suasana persahabatan dan persaudaraan benar-benar sangat saya rasakan selama berada di Qom. Sesuatu yang sangat sulit dipercaya. Sebelumnya informasi yang saya dapatkan, Qom yang semuanya muslim Syiah adalah Syiah yang ekstrim yang hatta mendengar kata Umar disebutkan mereka akan marah dan memukul yang menyebutkan nama itu. Dan itu tidak saya temukan dikota itu.
ABNA: Terimakasih atas waktu yang telah anda luangkan untuk pembicaraan yang hangat dan sangat bermanfaat ini.
-Sama-sama.
Diantara buku-buku yang menjadi buah karya beliau seperti, Tarikh Islam, Mahurhai Da’wat wa Tabligh [Seputar Dakwah dan Tabligh], Banwan Nemuneh Asr Payambar wa Sahabeh [Perempuan-perempuan Teladan di Masa Nabi dan Sahabat], Peristiwa Karbala dalam Pandangan Ulama Ahlus Sunnah, Hadiah untuk Kaum Muslimah dan banyak lagi lainnya. Selain menulis ratusan makalah ilmiah dengan berbagai tema dan pembahasan yang disampaikan dalam berbagai seminar nasional dan internasional. Dengan berbagai jabatan penting yang disandangnya dan aktivitas ilmiah yang dijalaninya, Syaikh Nadzhir Ahmad dikenal sebagai ulama Ahlus Sunnah terbaik dan paling populer di Iran.
Dengan alasan tersebut, wartawan ABNA mengambil waktu disela-sela kesibukan beliau untuk melakukan wawancara. Ditemui di ruang kerjanya sebagai wakil rakyat di Teheran, wartawan ABNA Ali Shakir mengajukan beberapa pertanyaan seputar pandangan Ulama Ahlus Sunnah mengenai sosok dan ketokohan Imam Ali as.
Berikut petikan wawancara tersebut:
ABNA: Bagi penganut Syiah khususnya kaum muda, memiliki informasi yang sangat terbatas mengenai bagaimana pandangan Ahlus Sunnah mengenai imam pertama mereka. Karenanya mohon dijelaskan bagaimana pandangan ulama Ahlus Sunnah mengenai sosok kepribadian dan keutamaan Imam Ali as dari sisi keimanan beliau, keadilan, keberanian, ibadah, pengabdian, jihad, pengorbanan dan kecintaan Nabi Muhammad Saw kepada beliau?. Silahkan.
-Bismillahirrahmanirrahim, dan kepadaNya kita memohon pertolongan dan perlindungan. Jika dipersilahkan saya akan memulainya dengan menjelaskan pandangan ulama Ahlus Sunnah mengenai keluarga Nabi Saw secara keseluruhan lalu kemudian menyampaikan pandangan Ahlus Sunnah terkait kepribadian Sayyidina Ali ra secara khusus.
ABNA: Silahkan.
-Kecintaan kepada Ahlul Bait adalah bagian dari iman kami dan kami sangat memegang prinsip itu. Dalam shalat kami, kami mengirim salam kepada Nabi dan keluarganya. Dan salam itu tercantum dalam kitab-kitab shahih kami, dan shalat kami tanpa disertai dengan salam kepada keluarga Nabi, menjadi shalat yang rusak dan tidak sempurna. Shalawat yang kami wajib melafazkannya dalam shalat yaitu, ”اللهم صل علی محمد و علی آل محمد کما صلیت علی ابراهیم و علی آل ابراهیم انک حمید مجید، اللهم بارک علی محمد و علی آل محمد کما بارکت علی ابراهیم و آل ابراهیم انک حمید مجید.” Do’a tersebut kami baca, baik dalam shalat berjama’ah, shalat sendiri, shalat malam dan lain-lain pada saat kami melakukan tasyahud akhir. Dalam shalawat tersebut kami mengirimkan salam kepada Nabi dan keluarganya.
Demikian pula pada khutbah Jum’at, shalawat kepada Nabi dan Ahlul Baitnya menjadi bagian dari khutbah Jum’at yang harus diucapkan dalam bahasa Arab. Khutbah Jum’at yang disertai ucapan shalawat tersebut disampaikan di seluruh dunia Islam bukan hanya di Iran. Disetiap hari Jum’at di semua masjid Ahlus Sunnah khutbah Jum’at tidak dibacakan sebelum diawali dengan bacaan shalawat kepada Nabi dan Ahlul Bait. Jangan katakan, itu hanya diucapkan setelah terjadi revolusi Islam di Iran yang kemudian berubah menjadi pemerintahaan yang berasas mazhab Syiah, tidak. Melainkan sebelum revolusipun shalawat untuk Ahlul Bait sudah menjadi bagian penting dalam khutbah Jum’at Ahlus Sunnah di Iran. Kami meyakini, Al Hasan dan Al Husain adalah penghulu pemuda syuhada di Surga dan Sayyidah Fatimah adalah pemimpin kaum perempuan di Surga, dan itu telah menjadi keyakinan kami, dan sama sekali bukan karena terpengaruh atau dipengaruhi oleh ajaran Syiah.
Misalnya, mengenai kejadian tragis di Karbala yang menjadi penyebab syahidnya Maulana al Husain ra, ulama Ahlus Sunnah mengecam dan mengutuk peristiwa tersebut. Banyak kitab ulama Ahlus Sunnah yang telah ditulis berkenaan dengan peristiwa tersebut dan betapa mereka mengecam pembantaian keji tersebut. Diantaranya, ulama besar Ahlus Sunnah Abu al Ali al Maududi, Syaikh Abu al Kalam Azad, Maulana Muhammad Syafi’i mufti besar Pakistan. Demikian pula dengan Maulana Mufti Muhammad Syafi’i yang menulis kitab “Syahid Karbala” dan pada bagian mukaddimah kitab tersebut beliau menulis, “Pada peristiwa tragedi Karbala bukan hanya umat manusia yang berduka dan bersedih namun juga bulan, matahari dan awan turut meneteskan air mata duka.”
Saya juga berada di garis ulama Ahlus Sunnah dan Syiah yang mengecam dan mengutuk terjadinya peristiwa biadab tersebut. Saya telah membaca banyak buku dan makalah seputar kejadian tersebut dan dari penelitian tersebut saya menulis buku khusus mengenai tragedi Asyura dengan judul, “Seputar Tragedi Karbala”.
ABNA: Mengenai Imam Ali sendiri, bagaimana pendapat anda?
-Beliau adalah seorang ahli ibadah yang sangat mengagumkan, seorang pemberani, ahli takwa dan dengan banyak lagi keutamaan yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Dan semua keterangan mengenai hal tersebut diriwayatkan dalam kitab-kitab yang kami akui kesahihannya.
Sayyidina Ali adalah menantu Nabi yang melaluinya keturunan Nabi berlanjut. Dan kami mengakui itu adalah sebuah keutamaan yang tidak dimiliki selainnya. Mengenai keilmuan dan kecerdasan beliau, r iwayat yang bersambung sanadnya sampai ke Nabi Saw, menyebutkan, “Aku adalah kota ilmu, dan Ali adalah pintunya”. Selain itu kamipun mengakui bahwa yang paling menonjol kefakihan dan keilmuannya diantara para sahabat, adalah Sayyidina Ali radiallahu anhu.
Dalam perang Khaibar, Ali adalah pahlawannya, yang Nabi bersabda tentang beliau pada hari sebelumnya bahwa beliau akan menyerahkan bendera pasukan ke tangan seseorang yang akan membebaskan Khaibar. Para sahabat menanti dan berharap salah satu dari merekalah yang diserahkan bendera itu, namun pagi harinya Nabi memanggil Ali yang meskipun saat itu sedang sakit mata. Nabi seketika menyembuhkan sakit Ali dan menyerahkan bendera kepempimpinan pasukan kepada Ali. Dan sebagaimana yang dikatakan Nabi, Ali dengan kekuatan, keberanian dan kepemimpinannya berhasil menaklukan musuh dan membebaskan Khaibar.
ABNA: Kami berkeyakinan surah Al Maidah ayat 55 diturunkan berkenaan dengan Imam Ali as, yang ketika turunnya ayat tersebut baru saja menyedekahkan cincinnya pada seorang fakir disaat beliau masih sedang dalam keadaan rukuk dalam shalatnya. Apakah anda juga meyakini demikian?
-Terdapat beberapa tafsir mengenai ayat tersebut. Dan salah satu misdaqnya bisa saja memang Sayyidina Ali namun bisa juga misdaq yang lain, wallahu ‘alam. Namun yang pasti, kalaupun pendapat yang paling benar bahwa misdaqnya adalah Sayyidina Ali, itu tidak memberi pengaruh apa-apa pada keyakinan kami, dan juga tidak mesti membuat kami marah, sebab keyakinan kami mengatakan bahwa Sayyidina Ali ra memang memiliki kelayakan untuk mendapatkan keutamaan seperti itu.
Sebagaimana juga misalnya pada surah al Insan, yang disebutkan dalam salah satu riwayat bahwa surah tersebut turun berkenaan dengan Sayyidina Ali dan Sayyidah Fatimah az Zahra beserta kedua puteranya, Hasan dan Husain yang saat itu sedang dalam keadaan berpuasa, namun menyedekahkan makanan buka puasa mereka pada orang yang lebih membutuhkan, dan itu terjadi tiga hari berturut-turut, pada hari pertama sajian buka puasa mereka diserahkan kepada seorang fakir, besoknya kepada anak yatim dan esoknya lagi pada seorang yang ditawan. Namun itu adalah salah satu riwayat penafsiran, yang juga masih memberi ruang pada penafsiran lain, terutama karena memang ada riwayat-riwayat lain yang menyebutkan misdaq ayat tersebut bukan mereka. Namun, sebut saja surah tersebut memang menceritakan mengenai keutamaan Ahlul Bait, itupun justru menguatkan keyakinan kami, dan kami bangga dengan itu, bahwa ini menjadi hujjah bagi kami mencintai dan menghormati Ahlul Bait adalah sebuah keniscayaan pada agama ini.
ABNA: Namun kami melihat sebagian dari kelompok yang menyebut dirinya Ahlu Sunnah ketika disampaikan keutamaan Ahlul Bait, justru tampak rasa tidak suka dari mereka. Bahkan diantara mereka ada yang memungkirinya dan menyebut itu kedustaan –nauzubillah-. Bagaimana pendapat ulama Ahlus Sunnah terhadap mereka yang melakukan pelecehan dan perendahan terhadap kemuliaan dan kesucian Imam Ali as atau Ahlul Bait lainnya?
-Saya berani menegaskan pada anda, bahwa jika ada Sunni yang menghina Ahlul Bait, dia bukan hanya tidak tergolong dari kalangan Ahlus Sunnah bahkan juga telah murtad dan keluar dari lingkaran Islam.
ABNA: Dalam beberapa kitab rujukan Ahlus Sunnah, seperti Tafsir Ruh al Ma’ani, Syarah Nahjul Balaghah ibn al Hadid, Al Haafi Imam Syafii, Yanabi al Mawaddah al Hanafi dan belasan kitab lainnya, diriwayatkan Sahabat Umar dalam beberapa kesempatan pernah berkata, “Jika tidak ada Ali maka celakalah Umar.” Menurut anda, apa yang dimaksudkan beliau atas perkataannya tersebut?
-Dalam beberapa kejadian, Sayyidina Umar mengeluarkan pendapat dan keputusan yang salah, namun Sayyidina Ali yang berada disisi beliau meluruskan pendapatnya itu bahwa bukan demikian, sehingga Sayyidina Umar segera menerima dan meluruskan pendapatnya. Karena itu beliau berkata, “Jika tidak ada Ali maka saya akan celaka”.
ABNA:Apa ini tidak menunjukkan bahwa imam Ali as lebih berilmu dibanding sahabat Umar?
-Ya, perkatannya tersebut menunjukkan hal tersebut. Dan kami semua menerimanya. Dan tidak mungkin ada Ahlus Sunnah yang menolak hal tersebut. Namun bagi kami, ini menunjukkan keutamaan keduanya. Sayyidina Ali akan keilmuannya yang luas. Dan Sayyidina Umar akan kesigapannya untuk merujuk pada yang haq. Karena dua-duanya memiliki keutamaan, karena itu kami menghormati keduanya, dan tidak mengecilkan salah satunya.
ABNA: Kami memiliki riwayat yang menyebutkan Nabi Muhammad Saw bersabda, “Ali bersama kebenaran dan kebenaran bersama Ali”, apa anda juga menerima dan meyakini kebenaran riwayat tersebut?
-Ya, Ahlus Sunnah berkeyakinan, atas semua peristiwa yang terjadi antara Sayyidina Ali dengan sahabat-sahabat yang lain, kebenaran bersama Sayyidina Ali. Misalnya, perselisihan antara Ali dan Muawiyah, dan perselisihan beliau dengan Ummul Mukminin Aisyah ra.
ABNA: Karena itu anda tidak berkeyakinan bahwa para sahabat itu maksum dan terjaga dari kesalahan?
-Sebelumnya saya akan menjelaskan kepada anda, makna yang benar dari istilah Sahabat Nabi. S ahabat dalam pandangan mazhab kami adalah mereka yang bertemu dan melihat Rasulullah Saw, mengimani beliau sebagai Nabi dan utusan Allah SWT dan meninggal tetap dalam keimanannya tersebut. Sahabat kami akui dan yakini tidak maksum tetapi memiliki kehormatan. Mereka satu sama lain memiliki derajat yang berbeda, namun kami memandang mereka satu dalam penghormatan.
ABNA: Anda menerima dan mengakui keluasan dan ketinggian ilmu Imam Ali as dibanding sahabat-sahabat yang lain?
-Iya, sebelumnya juga sudah saya katakan, Nabi Muhammad Saw bersabda kepada sahabat-sahabatnya, “Yang paling hakim diantara kalian adalah Ali.” Dan tidak mungkin seseorang disebut paling hakim jika juga tidak memiliki ilmu yang sangat luas dibanding yang lain. Dan inilah keutamaan Sayyidina Ali, sebagai orang paling alim.
Namun saya katakan kepada anda. Sahabat yang lain juga memiliki keutamaan dari sisi yang lain. Misalnya Sayyidina Umar pada satu sisi tertentu dan Abu Bakar utama pada sisi yang lain. Dan seterusnya. Dan keluasan ilmu Sayyidina Ali adalah sesuatu yang telah pasti dan menunjukkan keutamaan beliau yang sangat besar.
ABNA: Apakah anda mengatakan dan memuji Imam Ali as saat ini, karena berhadapan dengan saya yang muslim Syiah?
-Tidak. Mengenai Sayyidina Ali tidak ada yang bisa diungkapkan kecuali kebaikan dan keutamaan saja. Setiap saya hendak berbicara mengenai Sayyidina Ali, yang keluar dari lisan saya seluruhnya hanya kebaikan saja.
ABNA: Jika anda berbicara diatas mimbar, dan pendengar anda ada jama’ah dari Sunni dan juga ada yang Syiah, apakah anda tetap mengatakan apa yang baru saja katakan mengenai Imam Ali as?
-Saya tidak punya pengetahuan mengenai Sayyidina Ali kecuali kebaikannya. Karenanya tentu saja dimanapun, dan siapapun yang mendengarkan penyampaianku saya hanya akan berbicara tentang apa yang saya ketahui dari Sayyidina Ali, dan semuanya itu hanya kebaikan dan kebaikan saja. Saya bahkan punya kisah menarik mengenai ini.
ABNA: Silahkan anda ceritakan.
-Suatu malam saya bersama beberapa ruhaniawan dari kalangan Syiah dan Sunni Zahedan dalam sebuah perjalanan. Kami tiba di Sirkhan dan menjadi tamu warga setempat. Sayapun mengusulkan, untuk mengisi waktu, sehabis makan, satu teman dari Syiah dan satu dari Sunni untuk menyampaikan ceramah. Yang terpilih mewakili teman-teman Sunni adalah saya. Dan ketika tiba giliran saya untuk berceramah, saya menyampaikan sikap dan pendirian Ahlus Sunnah tentang Ahlul Bait. Dan apa yang saya katakan pada malam itu, adalah juga yang telah saya sampaikan kepada anda. Sehabis ceramah, yang juga dihadiri warga setempat, mereka mendatangi dan mendekat kepada saya. Diantaranya ada yang bertanya, “Benarkah aqidah anda mengenai Ahlul Bait demikian, sebagaimana yang anda sampaikan tadi?”. Saya jawab, “Bukan hanya aqidah saya, tapi aqidah semua Ahlus Sunnah dipenjuru dunia. Dan saya berani bersumpah demi Allah untuk memperkuat persaksian saya.”
Nah, apa yang anda khawatirkan tadi mengenai saya, bahkan telah saya lakukan. Jika anda bersedia, menyediakan sebuah majelis yang semuanya adalah muslim Syiah, saya akan datang dan berbicara mengenai keutamaan Ahlul Bait dan Sayyidina Ali secara khusus dalam pandangan Ahlus Sunnah.
ABNA: Apa yang semua anda katakan tadi mengenai keutamaan dan fadhilah Ahlul Bait adalah juga menjadi keyakinan muslim Syiah. Namun mengapa saat ini yang terjadi di Pakistan, Irak, Suriah, Bahrain dan sebagian di Iran dan Afghanistan kita melihat kenyataan pahit adanya aksi kekerasan dan pembunuhan yang dialami oleh warga muslim Syiah. Bahkan kita mendengar adanya fatwa dari ulama Ahlus Sunnah bahwa membunuh orang Syiah akan memudahkan jalannya menuju surga. Apakah hal tersebut memiliki dasar dalam Islam? Apakah Islam mengajarkan membunuh sesama muslim dapat mengantarkan seseorang menuju surga?
-Saya meyakini, tidak ada kelompok Islam yang berkeyakinan seperti itu. Kelompok ekstrimis yang membunuhi orang-orang muslim Syiah misalnya dari kelompok Sepah Sahabeh Pakistan atau Jabhah al Nasrah Syam, meskipun mereka meyakini apa yang mereka lakukan itu diganjari pahala atau yang mereka lakukan itu adalah sunnah yang dianjurkan namun itu keyakinan dusta. Tidak bisa disandarkan pada Islam dan tidak ada Sunnah yang mengajarkan seperti itu.
Kita punya riwayat, bahwa Nabi Muhammad Saw sebelum mengutus para Mujahidin ke medan jihad beliau memesankan kepada mereka, bahwa jika mereka memasuki suatu desa yang disitu diperdengarkan azan maka tidak diperkenankan untuk menyerang dan merusak desa itu, meskipun disitu hanya ada satu orang yang muslim, apalagi kalau memang itu wilayah muslim. Jika ada yang berkeyakinan membunuh sesama muslim dapat menyebabkan masuk ke surga maka itu bukan keyakinan Islam, melainkan keyakinan yang bersumber dari khurafat. Keyakinan itu tidak memiliki dasar sama sekali dalam agama ini baik dalam hukum syar’i maupun aqidah. Hanya angan-angan dan khufarat saja. Saya yakin mereka hanya orang-orang jahil yang dimanfaatkan untuk memecah belah kaum muslimin untuk kepentingan musuh-musuh Islam.
ABNA: Jadi keyakinan membunuh muslim Syiah itu bisa mengantarkan ke surga digali dari khurafat saja dan tidak bersumber dari ajaran Islam?
-Iya, khurafat. Bahkan saya berkeyakinan, yang memiliki keyakinan seperti itu telah keluar dari golongan muslim.
ABNA: Jadi tragedi-tragedi yang kita lihat. Peledakan bom di wilayah komunitas Syiah, bahkan ditengah majelis-majelis dan shalat yang muslim Syiah lakukan, video yang menampilkan adegan memenggal kepala, mengunyah jantung sambil bertakbir, bagaimana anda menjelaskan itu?
-Kelompok yang melakukan itu tidak bisa mengklaim diri berasal dari barisan muslim. Kalaupun mereka muslim, mereka adalah muslim yang jahil. Saya meyakini mereka dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam untuk melakukan itu, sehingga mencoreng wajah Islam dimata masyarakat dunia. Merekapun menjadi punya bukti bahwa memang orang Islam itu beringas dan gemar membunuh satu sama lain.
Sekali lagi saya tegaskan, bahwa barang siapa yang berkeyakinan membunuh muslim Syiah dengan alasan karena bermazhab Syiah dan itu berbuah pahala, maka telah keluar dari barisan kaum muslimin.
ABNA: Menurut anda sendiri, bagaimana keterkaitan aksi-aksi terror dan kekerasan tersebut dengan musuh abadi umat Islam yaitu Israel?
-Iya, bagi mereka yang melakukan hal-hal yang justru menguntungkan pihak musuh yaitu AS dan Israel maka secara langsung mereka teleh berkhidmat kepada musuh.
ABNA: Namun apa yang anda katakan dan yakini ini bertentangan dengan ulama-ulama Ahlus Sunnah semisal yang berasal dari Arab Saudi. Mereka berkeyakinan Syiah itu telah kafir dan halal darahnya untuk ditumpahkan. Bagaimana anda menjelaskan ini?
-Tentu itu lebih banyak berkaitan dengan kepentingan politik, tapi saya tidak akan menyinggung itu, namun dari sisi syar’i saya katakan, tidak ada satu pun kelompok Islam di dunia ini dan masa sekarang yang menamakan diri mereka Wahabi. Di masa-masa akhir abad pertama dan diawal abad kedua Hijriah, di benua Afrika, seseorang bernama Abdul Wahab bin Abdurrahman bin Rustum, muncul sebagai pribadi yang terkenal, manhaj dan pemikirannya dari sekte Khawarij. Pengikutnya menamakan diri mereka Wahabi, yang maksudnya adalah pengikut Abdul Wahab. Mereka berkeyakinan selain dari kelompok mereka bukanlah termasuk muslim, dan mereka merubuhkan masjid yang bukan masjid yang mereka bangun. Namun kelompok Wahabi tersebut telah punah dan kehabisan pengikut sebelum pertengahan kurun kedua dan sekarang sama sekali tidak lagi memiliki peninggalan dan bekas apapun.
ABNA: Namun bagaimana dengan kelompok Wahabi yang dikenal masa sekarang? Bagaimana anda menjelaskan?
-Mereka yang kita sebut dan kenal sebagai Wahabi saat ini tidak pernah menamakan diri mereka Wahabi, mereka lebih sering menyebut diri mereka dengan sebutan Salafi. Secara lughawi kami dan kalian adalah sama-sama Salafi. Karena Salafiyun artinya yang mengikuti para Salafush Saleh, yaitu orang-orang terdahulu yang saleh. Sunni maupun Syiah, semuanya mengikuti orang-orang saleh terdahulu dari kalangan mereka. Karena secara bahasa, kita semua adalah Salafi. Namun Salafi secara istilah akan saya jelaskan.
Pada kurun kedua, disaat keilmuan umat Islam mencapai kejayaannya, kitab-kitab tafsir dan kitab-kitab hadits marak ditulis para ulama, musuh Islam justru hendak mengacaukan keilmuan umat Islam. Mereka memasukkan pengaruh Filsafat Yunani kedalam ilmu-ilmu Islam, dan mensyarah ilmu-ilmu Islam dengan merujuk pada pandangan Filsafat Yunani. Mereka melakukan itu sampai pada tahap mengkritisi Al-Qur’an dan Hadits dan menyampaikan kelemahan-kelemahannya. Misalnya mereka mengatakan, “Al-Qur’an kamu menyebutkan Tuhan itu memiliki tangan, Tuhan itu bersemayam di atas Arsy, dan sebagainya yang menunjukkan bahwa Tuhan itu wujud materi dan terbatas. Dengan demikian Tuhan itu diadakan, sementara Tuhan diklaim sebagai Pencipta segala sesuatu dan tidak ada yang mengadakan. Mereka dengan argumen akal itu hendak merusak sumber rujukan Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadits, setidaknya mengurangi keutamaan dan nilai besarnya dalam pandangan umat Islam.
Menghadapi mereka, ulama Islam terbagi atas dua kelompok. Pertama, kelompok para ulama yang dalam menghadapi syubhat mereka hanya mendiamkan saja. Misalnya mereka berkata, “Ya memang benar Tuhan itu memiliki tangan, bersemayam di atas Arsy, dan sebagainya namun kami tidak mengetahui bagaimananya. Karena Al-Qur’an dan Hadits secara dzahir menyebutkan demikian maka kami tidak mungkin akan mengingkarinya. Kami meyakini Tuhan memiliki tangan, namun tangan Tuhan bagaimana bentuknya? Wajah Tuhan bagaimana? Serta bagaimana posisi duduk Tuhan di atas Arsy dan seterusnya bukan pengkajian kami. Kami hanya meyakini sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an dan As Sunnah dan tidak punya wewenang untuk menakwilkan apalagi sampai mengingkarinya. Kelompok pertama inilah yang disebut dan menamakan diri dengan Salafi.
Misalnya Imam Malik bin Anas ketika ditanya, “Bagaimana Allah istawa di atas Arsy?” maka beliau menjawab, “Allah istawa di atas Arsy adalah haq dan bertanya tentangnya adalah bid’ah.” Yaitu pertanyaan, tentang bagaimana Allah istawa diatas Arsy adalah pertanyaan yang sia-sia. Bagi mereka, bagaimana Allah istawa itu tidak penting, namun mengimaninya wajib hukumnya. Dan sudah pasti mengimaninya adalah sesuatu yang benar.
Kelompok kedua, adalah ulama yang menakwilkan hal-hal mutasyabihat tersebut. Misalnya mereka mengatakan, yang dimaksud dengan Tangan Tuhan adalah kekuasaan. Maksud Tuhan bersemayam diatas Arsy yaitu Tuhan mengontrol dan menguasai segala alam semesta beserta isinya. Yaitu, Tuhan bukanlah sebagaimana makhluk yang memiliki bagian-bagian tubuh, Dia adalah pencipta alam semesta dan segala maujud yang ada, dan Dia pula yang mengatur dan menguasainya, sehingga tidak mungkin dibatasi oleh materi yang diciptakannya.
Dengan adanya pengaruh dari filsafat Yunani tersebut, umat Islam terbagi dua, Salafi dan non Salafi. Mereka yang menolak takwil menyebut diri Salafi dan yang memberlakukan takwil dikenal sebagai kelompok Non Salafi. Aqidah Salafi adalah kami meyakini dan mengimani apa yang disampaikan Al-Qur’an dan Hadits yang shahih dan mempertanyakan tentang bagaimananya adalah kesia-siaan. Meskipun bagaimananya bagi kami tidak jelas namun kami tetap mengimaninya.”
Salafi kemudian terbagi lagi atas beberapa firqah, diantaranya adalah Wahabi. Wahabi inilah kelompok yang paling jahil dan paling bengkok pemahamannya dari kalangan Salafi.
ABNA: Apa kemudian kaitannya, antara adanya ikhtilaf dan perbedaan pemahaman itu dengan apa yang terjadi saat ini?
-Kaum muslimin dunia, jika kita hendak membaginya maka menurut saya terbagi atas tiga kelompok:
Pertama, kelompok literalis. Yaitu mereka yang mengimani dan memahami apa yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadits sesuai dengan apa yang tertulis dan tersampaikan, yang kemudian merekapun mengamalkan apa yang mereka yakini itu. Mereka yang berada dalam kelompok ini, dari sisi keilmuan sangat rendah dan jahil. Mereka dapat dengan mudah mengkafirkan atau menganggap sesat kelompok Islam yang berbeda pemahaman dengan mereka. Meskipun mereka menyebut dan mengklaim diri sebagai Salafi, kami mengenal mereka dengan sebutan Wahabi. Mereka hanya memperhatikan apa yang tersurat dari ayat dan hadits, dan cara mereka menafsirkan dan memahami agama tidak jauh beda dengan apa yang kita kenal sebagai Wahabi di kurun kedua.
Kedua, kelompok nash dan aqli. Mayoritas kaum muslimin di dunia Islam berada di dalam kelompok ini. Mereka mengamalkan nash sebagaimana kelompok pertama namun tidak hanya sepenuhnya bergantung pada lahiriah teks melainkan juga menyandarkannya bagaimana Nabi menafsirkannya, bagaimana sahabat memahami dan mengamalkannya, bagaimana para imam mazhab menjadikannya sumber hokum dan disisi lain merekapun menggunakan akal sebagai alat bantu dalam memahaminya. Aktivitas mereka yang berada di kelompok ini lebih disibukkan dengan kegiatan-kegiatan ilmiah, mengajar, tabligh, tarbiyah, berdakwah, penulisan, penelitian dan tidak memiliki perhatian yang besar terhadap mesti berdirinya hukumah Islamiyah. Prinsip mereka, dengan memperkenalkan pentingnya pengamalan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari akan membuat masyarakat suatu waktu akan menegakkan sendiri pemerintahan Islam itu. Pemerintahan Islam bagi kelompok ini bukanlah prioritas utama.
Ketiga, kelompok nash, aqli dan siyasah. Secara aqidah mereka sama dengan kelpmpok kedua namun prioritas utama mereka adalah penegakan pemerintahan Islam. Kelompok ini lahir sekitar 130 tahun lalu. Diantara tokoh yang terkenal dari kelompok ini adalah Sayyid Jamaluddin al Afghani beserta muridnya Muhammad Abduh. Setelah itu Allamah Rasyid Ridha, Syaikh Hasan al Banna, kelompok Ikhwanul Muslimin, Sayyid Qutb, Sayyid Abul ‘ala Mauludi sampai Imam Khomenei rahmatullah ‘alaihi. Mereka bersungguh-sungguh memperjuangkan tegaknya pemerintahan Islam sebagai prioritas utama dakwah dan pergerakan mereka.
Sekarang, dengan mengenal ketiga kelompok ini, maka jelas perselisihan dan tragedi memilukan yang terus terjadi di dalam tubuh umat Islam karena keberadaan kelompok pertama, yang sadar atau tidak telah ditunggangi oleh kepentingan musuh.
ABNA: Penduduk sipil Suriah yang tidak berdosa telah menjadi korban kebiadaban dan kekejian kelompok teroris yang didukung dan didanai oleh AS dan Israel, darah mereka ditumpahkan tanpa alasan, dan tubuh-tubuh mereka ibarat mainan yang dijadikan obyek fitnah, bagaimana pandangan anda sebagai ulama Ahlus Sunnah menyikapi hal tersebut?
-Ulama Ahlus Sunnah memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai hal ini. Sebagian mendukung kelompok oposisi sebagian lagi mendukung pemerintahan Suriah.
ABNA: Bagaimana menurut pendapat pribadi anda mengenai serangan militer yang diberlakukan atas Suriah?
-Pendapat pribadi saya, apapun pergerakan yang menguntungkan Amerika dan Israel dan memberi manfaat pada kepentingan-kepentingan mereka terutama jika itu lebih memperkuat eksistensi dan pengaruh AS dan Israel di Timur Tengah secara khusus dan dunia Islam secara umum maka saya mengecamnya. Kami tidak pernah mengizinkan adanya serangan militer ke Negara yang berdaulat. Kami tidak pernah menyepakati adanya serangan militer yang ditujukan atas Suriah, Pakistan dan Afghanistan. Islampun tidak membolehkan hal tersebut. Terlebih lagi, di Negara-negara tersebut yang menjadi korban paling banyak dirasakan oleh rakyat sipil yang tidak berdosa.
Yang paling banyak ambil andil dalam kekerasan dan pembunuhan yang tengah terjadi di daerah-daerah konflik adalah kelompok al Qaedah. Menurut hukum syar’i mereka layak dikecam. Islam tidak pernah membolehkan apa yang tengah mereka lakukan dengan aksi-aksi teror mereka. Islam jika memberlakukan jihad, memiliki syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi, jika tidak maka bukan jihad namanya. Jihad adalah peperangan melawan kaum kuffar bukan sesama kaum muslimin.
ABNA: Pendapat anda sendiri mengenai jihad nikah bagaimana?
-Pertama dari sisi bahasa saja, istilah jihad nikah tidak tepat, karena jihad adalah peperangan melawan kaum kuffar bukan dengan kaum muslimin. Kedua secara istilah, nikah jihad melenceng dari syariat. Dalam Islam tidak ada istilah jihad nikah. Perempuan yang menyerahkan dirinya dengan mengatasnamakan jihad nikah untuk memenuhi nafsu kelompok oposisi tersebut sama halnya membinasakan dirinya sendiri.
ABNA: Mengenai makam-makam keluarga Nabi dan sahabat-sahabatnya di Suriah yang dirusak oleh kelompok oposisi apa itu memiliki dasar dalam ajaran Islam?
-Jika memang benar itu pengrusakan tempat-tempat suci tersebut dilakukan oleh kelompok Salafi maka menurut keyakinan mereka yang hanya berdasarkan pada lahiriah teks dan mengandalkan dugaan belaka maka itu perbuatan benar dan dianjurkan dalam Islam versi mereka. Karena mereka meyakini membangun bangunan diatas kuburan tidak bisa dibenarkan dan harus dirubuhkan. Mereka mengatakan punya riwayat dan hujjah yang membenarkan perbuatan mereka untuk menghancurkan bangunan yang dibangun diatas kuburan.
Namun kaum muslimin yang berbeda pandangan dengan mereka juga ada, dan lebih banyak. Bahwa membangun bangunan diatas makam-makam para wali adalah bentuk pemuliaan dan penghormatan terhadap tokoh-tokoh besar Islam tersebut. Dan keyakinan mereka ini juga harus dihargai dan dihormati. Karenanya tindakan Salafi tidak bisa dibenarkan. Mereka tidak boleh menghancurkan bangunan yang dibangun oleh kelompok yang meyakini itu sebagai keutamaan.
ABNA: Anda mengatakan bahwa Ahlus Sunnah juga menghormati dan memuliakan Imam Husain as. Karenanya sudah menjadi keniscayaan penghormatan dan pemuliaan juga harus ditujukan kepada anak keturunan beliau. Namun kita lihat realitas yang terjadi, para pemberontak Suriah justru menyerang dan merusak makam Hadhrat Zainab, Sukainah, dan Ruqayyah yang merupakan keturunan Imam Husain as, apa menurut anda itu bukan penghinaan terhadap pribadi Nabi Muhammad Saw dan Imam Husain as?
-Iya demikianlah. Menyerang dan merusak makam keturunan Nabi Saw bukan hanya tidak diperbolehkan tapi juga haram secara syar’i, begitu juga makam muslim-muslim lainnya. Masyarakat setempat mendirikan bangunan di makam-makam suci tersebut sebagai bentuk penghormatan yang berdasarkan dari keyakinan mereka yang juga memiliki sumber dan hujjah yang kuat, karenanya harus dihormati. Dalam Al-Qur’an disebutkan adanya larangan untuk tidak menghina dan menjelek-jelekkan berhala yang disembah dan dijadikan tuhan oleh orang-orang musyrik karena itu akan memancing mereka untuk juga menghina Allah Swt dan Islam. Karenanya sangat tidak dibenarkan apa yang telah dilakukan kelompok oposisi di Suriah yang merusak makam, masjid dan tempat-tempat yang d imuliakan kaum muslimin.
ABNA: Pengrusakan yang dilakukan kelompok Salafi atau Wahabi bukan hanya di Suriah namun juga di kota Madinah. Apa penjelasan anda mengenai apa yang dilakukan pemerintahan Saudi terhadap pemakaman Baqi?
-Mereka melakukan itu karena mereka mereka meyakini riwayat yang menyebutkan jangan mendirikan bangunan di atas kuburan, karenanya meruntuhkan bangunan yang dibangun diatas kuburan bagi mereka bukan penghinaan melainkan keharusan agama. Inilah yang saya katakana tadi bahwa mereka memahami teks agama berdasarkan penalaran mereka belaka. Sebab dimasa Kekhalifaan Utsmaniah, bukan hanya makam suci keluarga dan keturunan Nabi yang dibuatkan bangunan dan kubah, juga para syuhada perang Badar. Namun ketika Madinah jatuh di bawah penguasaan Salafi/Wahabi mereka merusak semua bangunan itu. Meskipun umat Islam sedunia memprotes apa yang mereka lakukan, mereka tetap saja melanjutkan pengrusakan sampai pemakaman Baqi rata dengan tanah.
Bagi kami apa yang mereka lakukan itu tidak bisa dibenarkan. Peninggalan-peninggalan Islam harus dijaga karena itu warisan yang berkisah tentang masa lalu yang sangat bermanfaat dan memberi pengaruh besar bagi generasi kemudian. Makam adalah peninggalan terakhir dan kenangan dari orang yang pernah hidup sebelumnya karenanya makam harus dikenali dan dijaga supaya ingatan tentangnya bisa terus membekas, bukan malah dirusak dan dihancurkan. Namun melihat kondisi pemakaman Baqi saat ini, kita sungguh sangat miris, kita tidak bisa mengenali secara pasti dari makam-makam itu.
ABNA: Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah Sayyid Ali Khamanei menegaskan karena Imam Ali bin Abi Thalib as diakui keutamaannya oleh semua mazhab dalam Islam, baik itu Sunni maupun Syiah karenanya beliau semestinya dijadikan sebagai poros persatuan umat Islam. Menurut anda sendiri bagaimana?
-Apa yang beliau katakan itu sangat tepat. Dan jika benar-benar terjadi dan diamalkan, akan sangat banyak perbedaan dan perselisihan yang terjadi di antara kaum muslimin akan terselesaikan. Kami Ahlus Sunnah meyakini Sayyidina Ali dan semua Ahlul bait memiliki kedudukan yang tinggi dan mulia. Namun kami juga berharap, sebagaimana Sayyidina Ali ra yang memberi dukungan dan penghormatan kepada tiga khalifah sebelumnya, saudara-saudara kami dari muslim Syiah juga melakukan hal yang sama. Jika itu yang terjadi, saya yakin meskipun semua perbedaan tidak bisa dituntaskan, setidaknya mampu menimimalisir perbedaan yang ada dan menciptakan kondisi yang sangat baik bagi terwujudnya persatuan kaum muslimin, dan bisa bekerjasama dalam suasana yang penuh penghormatan dan saling memahami.
ABNA: Pembicaraan dengan anda yang sarat dengan ilmu, argumen yang logis dan saran-saran yang konstruktik menjadi pembicaraan ini sangat menyenangkan bagi saya.
-Terimakasih. Saya pernah mengajar di Universitas Adyan kota Qom. Suasana persahabatan dan persaudaraan benar-benar sangat saya rasakan selama berada di Qom. Sesuatu yang sangat sulit dipercaya. Sebelumnya informasi yang saya dapatkan, Qom yang semuanya muslim Syiah adalah Syiah yang ekstrim yang hatta mendengar kata Umar disebutkan mereka akan marah dan memukul yang menyebutkan nama itu. Dan itu tidak saya temukan dikota itu.
ABNA: Terimakasih atas waktu yang telah anda luangkan untuk pembicaraan yang hangat dan sangat bermanfaat ini.
-Sama-sama.
Sumber : http://ahlulbaitindonesia.org/berita/1483/wawancara-dengan-ulama-ahlusunnah-iran-membunuh-sesama-muslim-masuk-surga-adalah-khurafat/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar