Suatu hari Ali Bin Abu Tholib, Talhah
dan salah satu Sahabat lain-nya mendatangi Hafsah r.a, putri Umar Bin
Khotob yang juga salah satu Istri Rosululloh.
Maksud kedatangan ke tiga sahabat
Rosululloh itu adalah untuk mengusulkan agar gaji Umar sebagai Kholifah
(Presiden) di naikkan, karena gaji yang sekarang di terima oleh Umar di
pandang terlalu kecil, untuk menyampaikan langsung pada Umar ke tiga
sahabat ini merasa takut jika Umar nanti malah marah, maka ketiga
sahabat Rosululloh tersebut menemui Hafsah dan meminta tolong agar
Hafsah-lah yang menyampaikan usulan tersebut kepada Umar Sang Kholifah
waktu itu.
Benar saja, ketika Hafsah menyampaikan
usul ketiga shabat Rosululloh tersebut, Wajah Umar Bin Khotob langsung
merah padam menahan marah, Umarpun berkata “Siapa ya Hafsah yang
berani-beraninya mengusulkan gaji-ku sebagai Kholifah supaya di tambah,
biar orang itu aku tempeleng?” tanya Umar dengan nada keras.
Hafsah-pun menjawab “aku akan
mengatakan-nya siapa orang itu, tapi aku ingin tahu lebih dulu bagaimana
pendapat engkau sebenarnya dengan usulan itu”, jawab Hafsah dengan
tenang.
“Wahai Hafsah, engkau sebagai istri
Rosululloh ceritakan padaku, bagaimana Rosululloh dulu sewaktu masih
hidup dan menjabat sebagai Kholifah”, kata Umar selanjutnya.
Hafsah-pun menerangkan dengan senang
hati, “Selama aku mendampingi Rosululloh sebagai salah satu istri Beliau
sebagai seorang Kholifah (Presiden), Rosululloh hanya mempunyai dua
stel baju, berwarna biru dan merah, Rosululloh-pun hanya mempunyai
selembar kain kasar ( terpal ) sebagai alas tidur, Beliau akan melipat
kain itu menjadi empat lipatan sebagai bantal tidur jika musim panas
tiba dan Beliau akan menggelar kain tersebut serta di sisakan sedikit
buat bantal untuk tidur jika musim dingin tiba, aku pernah mengganti
alas tidur Rosululloh dengan kain yang halus untuk tidur, esok harinya
aku di tegur Beliau ” wahai Hafsah Istriku, janganlah kau lakukan lagi
mengganti alas tidurku seperti kemarin, hal itu hanya akan melalaikan
orang untuk bangun tengah malam untuk melaksanakan sholat malam
bermunajat pada ALLAH SWT”, aku-pun tidak berani lagi melakukan hal itu
lagi sampai Beliau wafat”.
“Teruskan ceritamu ya Hafsah” pinta Umar dengan penuh perhatian.
“Rosululloh setiap hari hanya makan roti
dari tepung yang amat kasar di campur dengan garam jika pas ada dan di
celupkan minyak, Padahal Beliau punya hak dari baitul Mall, tapi Beliau
tidak pernah mengambilnya dan mempergunakan-nya, semuanya di bagikan
pada fakir miskin” tutur Hafsah selanjutnya. “Aku pernah pagi-pagi
menyapu remukan roti di kamar, oleh Rosululloh remukan roti tersebut di
kumpulkan dan di makan dengan lahap-nya, bahkan Beliau berniat untuk
mebagikan pada orang lain” begitu tutur Hafsah menutup ceritanya.
Kata Umar “Wahai Hafsah sekarang
dengarlah olehmu, jika ada tiga sahabat yang akan mengadakan suatu
perjalanan dengan tujuan yang sama dan jalan yang harus di tempuh itu
harus sama, mana mungkin jika ada salah satu sahabat itu menempuh jalan
yang lain akan bisa bertemu pada satu tujuan, Rosululloh telah sampai
pada tujuan itu, Abu Bakar Insya Allah juga telah sampai pada tujuan itu
dan sekarang telah berkumpul kembali dengan Rosululloh karena Abu Bakar
menempuh jalan yang sama dengan yang dulu di tempuh oleh Rosululloh.
Sekarang diriku masih dalam perjalanan belum sampai tujuan, apakah
mungkin aku akan menempuh jalur lain sehingga mengakibatkan aku tidak
akan sampai tujuan dan berkumpul dengan Rosululloh dan Abu Bakar? Tidak,
aku sekali-kali TIDAK akan menerima tawaran itu, karena hal itu tidak
pernah di lakukan oleh Rosululloh dan Abu Bakar, dan akupun tidak akan
menggunakan hak-ku dari baitul mall untuk kepentingan diriku, semuanya
telah aku serahkan untuk kepentingan fakir miskin”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar