Seorang perempuan tua
dengan fisik yang lemah sedang mengangkat tempat air besar. Dengan
terseok-seok dan napas yang terengah-engah perempuan tua itu melangkah
menuju rumahnya. Tiba-tiba ada seorang pria tak dikenal mendekatinya dan
menawarkan untuk membawakan tempat air yang berat itu. Perempuan tua
itu menggerakkan bibirnya dan berterima kasih kepada Allah Swt. Ia
kemudian berkata pada pria yang tak dikenal itu, “Allah mengirim engkau
untuk menolongku. Insya Allah, engkau akan mendapatkan pahala dari
perbuatanmu ini dari Allah.”
Rumah perempuan tua itu tidak terlalu
jauh. Ketika sampai, perempuan tua itu membukakan pintu. Anak-anaknya
yang masih kecil begitu gembira setelah tahu ibu mereka telah kembali.
Tapi rasa ingin tahu membuat mereka bertanya-tanya siapa orang asing
ini.
Pria tak dikenal itu kemudian meletakkan
tempat air di tanah dan bertanya kepada perempuan itu, “Jelas bahwa
tidak ada pria di rumah ini, sehingga engkau sendiri yang mengangkat
air. Apa yang terjadi sehingga engkau tinggal sendiri?”
Perempuan itu menarik napas panjang dan
berkata, “Suamiku dulunya adalah seorang pejuang. Ia berperang bersama
Ali bin Abi Thalib dalam sebuah perang dan di sana ia meninggal. Ia
meninggalkan saya dengan beberapa orang anak.”
Mendengar ucapan perempuan tua, pria tak
dikenal itu tidak dapat berkata apa-apa. Tapi dari wajahnya terlihat ia
begitu sedih. Ia hanya bisa menundukkan kepala, kemudian meminta diri
dan pergi dari situ. Tapi tidak berapa lama ia kembali ke sana sambil
membawa sejumlah makanan.
Perempuan tua itu mengambil makanan dari pria tak dikenal itu dan berkata, “Semoga Allah meridhaimu!”
Pria asing itu berkata, “Saya ingin
membantu pekerjaanmu. Perkenankan saya membuat adonan roti, membakarnya
atau menjaga anak-anak ini.”
Perempuan itu berkata, “Baiklah! Jelas
saya lebih baik dalam membuat adonan roti dan membakarnya. Engkau
mengawasi anak-anak, sampai aku selesai membakar roti.”
Pria asing itu menerima dan pergi
menemui anak-anak itu. Tapi sebelum itu ia menghampiri bungkusan yang
dibawanya dan mengambil daging lalu membakarnya. Setelah matang, dengan
sabar ia menyuapi anak-anak itu. Ia berkata, “Anak-anakku! Relakanlah
Ali bin Abi Thalib, bila ada kekurangan yang dilakukan terkait kalian…
Anak-anakku! Relakan Ali bin Abi Thalib…”
Adonan roti telah siap. Perempuan tua itu berkata, “Wahai hamba Allah! Nyalakan api untuk membakar roti ini…”
Pria itu beranjak dari tempatnya dan
pergi untuk menyalakan api. Tungku telah menyala. Air mata telah
menggenang di pelupuk mata pria asing itu. Ia kemudian mendekatkan
wajahnya ke api sambil berkata, “Rasakan panasnya api! Inilah balasan
orang yang tidak mengurusi anak-anak yatim dengan baik dan tidak tahu
kondisi para wanita yang menjanda…”
Pada waktu itu, ada tetangga perempuan
yang rumahnya bersebelahan dengan perempuan tua itu datang ke rumahnya.
Ketika ia melihat pria tak dikenal itu, dengan segera ia menghadapi
perempuan tua itu dan berkata, “Celakalah engkau! Tahukah siapa pria
yang engkau perbantukan ini?”
Perempuan tua itu terkejut dan berkata,
“Tidak. Saya tidak mengenalnya. Ketika hendak kembali ke rumah saya
bertemu dengan dia dan langsung menawarkan diri untuk membantu saya.”
Tetangganya berkata, “Pria itu adalah Ali bin Abi Thalib, Amir al-Mukminin!”
Begitu mengetahui pria asing yang
membantunya adalah Ali bin Abi Thalib, perempuan tua itu langsung
menundukkan wajahnya. Perlahan-lahan ia mendekati pria itu dan berkata,
“Wahai pria penolong! Maafkan saya yang tidak mengenalmu dan memintamu
untuk membantuku.”
Imam Ali berkata, “Tidak! Saya yang
harus meminta maaf kepadamu. Karena saya tidak melaksanakan kewajibanku
dengan baik kepadamu dan anak-anak yatim ini.”
Setelah itu, Imam Ali secara berkala
mendatangi rumah perempuan tua itu dan menanyakan keadaan mereka, sambil
membantu makanan dan uang sesuai kemampuan beliau kepada mereka.
***
Sumber: Sad Pand va Hekayat; Imam Ali as
Tidak ada komentar:
Posting Komentar