Di akhir bulan Sya’ban
Rasulullah pernah menyampaikan pidato pengarahan tentang pentingnya
berderma dan mempedulikan fakir dan miskin.
“Siapa yang bersedekah makanan untuk
berbuka bagi mereka yang berpuasa di bulan Ramadhan maka sedekahnya
merupakan ampunan baginya dari dosa-dosanya. Orang itu akan dilepaskan
dari azab neraka. Ia memperoleh pahala seperti pahala orang yang
berpuasa tanpa mengurangi sedikitpun.”
Kaum fakir dan miskin yang menyimak
kalimat itu terenyuh. Gairah mereka untuk melaksanakan anjuran tersebut
sangat tinggi. Meskipun, mereka sebetulnya ragu dengan kemampuan mereka
bersedekah.
Salah seorang dari kaum duafa itu pun
memberanikan diri untuk bertanya, “Wahai Rasulullah, tidak semua orang
dari kami mampu bersedekah semacam itu. Banyak di antara kami ingin
menunaikannya. Tapi kami tidak punya apa-apa.”
Dengan bijak, Nabi mengingatkan bahwa
sedekah bersifat tak memaksa. Pemberian dilaksanakan menurut batas
kemampuan. “Allah akan memberi pahala demikian itu kepada orang yang
bersedekah degan sebutir kurma atau seteguk susu. Itulah Ramadhan yang
periode awalnya adalah rahmat, pertengahannya adalah maghfirah
(pengampunan), dan terakhirnya adalah pembebasan manusia dari azab
neraka.”
Rasulullah melanjutkan pesan pidatonya
ke arah keutamaan majikan meringankan beban pekerjaan bawahannya. Upaya
ini ditujukan agar para pekerja dapat lebih fokus dalam menjalankan
ibadah puasa.
“Siapa yang meringankan beban pekerjaan
bagi pembantu rumah tangga, para pegawai, dan karyawannya, niscaya Allah
akan mengampuni dosa-dosanya dan menyelamatkannya dari ancaman api
neraka,” sabdanya.
Di ujung pidatonya Rasulullah bersabda,
“Siapa yang bersedekah meskipun hanya sekadar memberikan seteguk air
bagi mereka yang berpuasa maka Allah akan memberikan minuman baginya di
akhirat dari telagaku. Suatu minuman yang menjadikan orang yang
meneguknya tidak merasa haus selama-lamanya, hingga ia masuk surga.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar